Tidak bisa dipungkiri, pemanasan global kini menjadi topik perbincangan hangat dari berbagai kalangan, salah satunya adalah dunia aviasi. Mengapa moda transportasi udara ini bisa terkena imbas dari pemanasan global juga? Ternyata pihak maskapai penerbangan terpaksa mengurangi kapasitas penumpang, kargo, dan bahan bakarnya agar mereka bisa lepas landas dengan selamat.
Baca Juga: Terjadi Turbulensi? Tetap Tenang dan Jangan Panik
Dihimpun KabarPenumpang.com dari laman indiatoday.in (13/7/2017),seperti data yang tertera pada laman sumber, peningkatan suhu dan gelombang panas ternyata mempengaruhi kemampuan sayap pesawat untuk menghasilkan daya angkat. Sebuah penelitian menunjukkan, beberapa bandara di New York dan Dubai kemungkinan akan terkena imbas dari peningkatan suhu dalam beberapa dekade ke depan. Dengan begitu, pihak maskapai terpaksa mengurangi sejumlah beban di dalam penerbangannya.
Sebuah riset lain menunjukkan, suhu rata-rata di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sekitar 5,5 derajat Fahrenheit atau setara dengan 3 derajat celcius pada tahun 2100 kelak. Studi lain yang diterbitkan dalam jurnal Climate Change menunjukkan gelombang panas yang meningkat belakangan ini menimbulkan sebuah ancaman besar bagi industri penerbangan. Sementara itu pada 2080 yang akan datang, para peneliti menemukan suhu harian maksimum tahunan di bandara bisa naik 7 hingga 14 derajat Fahrenheit, atau setara dengan 4 hingga 8 derajat celcius.
Dengan adanya riset tersebut, para peneliti menyimpulkan kemungkinan pihak maskapai akan merugi akibat pembatalan penerbangan. Tidak hanya itu, mereka pun menambahkan sekitar 10 hingga 30 persen pesawat dengan kapasitas maksimal terpaksa harus “membongkar muatan” sebelum mengudara. Sudah barang tentu, fenomena seperti ini bisa memaksa industri penerbangan untuk menerima margin keuntungan yang lebih tipis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Ini Alasan Kenapa Pesawat Dihimbau Tak Mengudara Saat Turun Kabut
Sebagai contoh, sebuah pesawat yang mampu menampung 160 penumpang dalam sekali perjalanan harus “mengorbankan” 13 kursinya kosong dalam upaya mencapai berat ideal untuk mengudara. Walaupun hanya 13 kursi, namun hal seperti ini sangat mempengaruhi neraca keuntungan pihak maskapai.
Seorang peneliti dari Columbia University di New York City, Ethan Coffel mengatakan bahwa penelitian mengenai pengaruh kenaikan suhu global terhadap dunia penerbangan merupakan suatu hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata. “Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa pembatasan berat (payload) merupakan hal yang tidak sepele dan perlu dipikirkan jalan keluarnya sesegera mungkin,” ujar pria yang juga menjadi penulis dalam studi ini.
Adapun bandara-bandara yang mungkin paling terpengaruh akibat peningkatan suhu global ini adalah New York LaGuardia karena landas pacunya yang pendek, dan Bandara Internasional Dubai di Uni Emirat Arab karena suhunya yang terkenal sangat terik. Sedangkan bandara-bandara yang dinilai tidak terlalu merasakan dampak dari kenaikan suhu ini adalah Bandara Internasional John F. Kennedy di New York, Bandara Heathrow di London, dan Bandara Charles de Gaulle di Paris.
Baca Juga: Bicara Kompensasi Saat Terjadi Delay Ada di Peraturan Menteri Perhubungan
Sebagai contoh kasus nyata, pada bulan lalu, beberapa maskapai kenamaan terpaksa membatalkan sejumlah keberangkatan dari Bandara Las Vegas dan Phoenix akibat terpaan gelombang panas yang membahayakan penerbangan. Para peneliti juga mengatakan kenaikan suhu dapat meningkatkan turbulensi selama penerbangan.