Setelah membocorkan perkiraan biaya pengadaan Fase II MRT Jakarta yang menghubungkan Bunderan HI – Kampung Bandan yang mencapai angka Rp25,1 triliun, PT MRT Jakarta (MRTJ) mengatakan bahwa pembengkakan tersebut terjadi karena pembangunan fase II ini seluruhnya berada di bawah tanah. Belum lagi ada sekitar 40 meter jalur berada di bawah sungai yang tentunya memiliki kedalaman lebih dibanding di bawah tanah.
Baca Juga: TSA Kembangkan Alat Pendeteksi Bom di Stasiun Kereta Bawah Tanah New York
Jika mendengar nominal yang cukup fantastis di atas, akankah Anda berpikiran bahwa pembangunan Fase II PT MRTJ merupakan yang termahal di dunia? Jika termahal di Indonesia, mungkin iya, tetapi tidak dengan di dunia. Dikutip KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber, proyek pembangunan jalur bawah tanah di New York-lah yang memegang rekor sebagai yang termahal di dunia saat ini.
Ditengarai, hal tersebut dilatarbelakangi oleh kesalahan manajemen secara keseluruhan oleh pejabat transit, favoritisme terhadap kepentingan khusus yang kuat seperti serikat pekerja dan perusahaan bangunan, staf yang tidak efisien, dan birokrasi yang membengkak. Ketika biaya rata-rata konstruksi di seluruh dunia adalah USD$500.000 per mil untuk terowongan bawah tanah baru, tidak dengan New York yang menelan tiga kali lipat dari jumlah tersebut. Dari sini, para peneliti mengerucutkan bahwa jumlah pekerjalah yang menjadi masalah utama membengkaknya dana pembangunan tersebut.
“Di New York, konstruksi bawah tanah mempekerjakan sekitar empat kali lebih banyak dari jumlah personel di Asia, Australia, atau Eropa untuk proyek serupa” tulis Arup, sebuah perusahaan konsultan yang bekerja untuk Metropolitan Transportation Authority (MTA) selaku agen yang bertanggung jawab atas kereta bawah tanah New York.
Dikutip dari laman dailymail.co.uk, seorang akuntan memperhatikan bahwa proyek pembangunan jaringan kereta bawah tanah New York membutuhkan sekitar 700 pekerja, namun pada kenyataannya, proyek ini memperkejakan sekitar 900 pekerja yang dibayar dengan tarif USD$1.000 per hari. Dengan kata lain, sekitar 200 pekerja dibayar untuk sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan, bukan?
Baca Juga: Dibalik Sengkarut Jadwal Kereta Bawah Tanah di New York
Diketahui, fase pertama pembangunan subway Second Avenue di Upper East Side of Manhattan, menelan biaya US$2,5 miliar atau setara dengan Rp34,8 triliun per milnya. Adapun proyek lain yang dikenal sebagai East Side Access, yang menghubungkan Long Island Rail Road dan Grand Central Terminal via terowongan bawah tanah sepanjang 3,5 mil ini tengah dalam pengembangan yang menelan dana sekitar USD3,5 miliar atau Rp48,6 triliun per milnya.