Penerbangan dengan dua orang pilot dalam kokpit menjadi satu hal terpenting baik untuk keselamatan penumpang maupun untuk sang pilot sendiri. Dengan kecanggihan teknologi navigasi penerbangan, secara teknis seorang pilot mampu menerbangkan pesawat tersebut sendiri, tetapi dengan dua pilot (pilot dan kopilot) tentu akan jauh lebih baik dan penting.
Beberapa tahun terakhir ini ada proposal yang menganjurkan agar menggunakan satu pilot dalam penerbangan untuk menghemat keuangan maskapai dan menutupi kekurangan staf. Tetapi dalam pandangan keselamatan penerbangan, hal tersebut dipandang tidak realistis.
Baca juga: Audi Pasang Banyak “Mata” Untuk Sistem Auto Pilot di Armada Anyarnya
KabarPenumpang.com merangkum dari theconversation.com, sebenarnya adanya dua pilot dalam kokpit adalah syarat yang ‘dipaksakan’ oleh Federal Avition Authority (FAA) di antara maskapai penerbangan Amerika Serikat dan bukanlah standar tetap di seluruh dunia. Maskapai penerbangan Eropa dan Kanada menerapkan peraturan dua pilot dalam kokpit setelah jatuhnya pesawat Jerman pada Maret 2015 lalu. Saat itu pesawat Airbus A320 milik Germanwings rute Barcelona – Dusseldorf mengalami kecelakaan di Pegunungan Alpen, 144 penumpang dan 6 awak kabin seluruhnya tewas. Penyeban tragedi tersebut bukan karena masalah teknis dan cuaca, melainkan sang kopilot, Andreas Lubitz diyakini dengan sengaja menjatuhkan pesawat.
Belum lama ini, pada akhir September lalu ada kejadian seorang pilot Etihad Cargo rute Abu Dhabi – Amsterdam harus dirawat dalam penerbangan dan kondisinya semakin memburuk serta dinyatakan meninggal saat tiba di bandara terdekat walaupun sudah diberikan pertolonngan pertama. Dengan adanya kejadian ini, untungnya ada kopilot yang dikenal mampu mengambil alih kendali secara penuh atas pesawat untuk mendarat di bandara terdekat.
Berkat adanya kopilot, penumpang dan awak pesawat selamat tiba di bandara. Memang sebagai orang awam, setiap penumpang tahu awak kabin pastinya dilatih untuk menangani berbagai macam situasi keselamatan penerbangan baik yang sudah ataupun belum pernah dirasakan.
Menangani kontrol, memprogram autopilot dan mengarahkan pesawat di jalurnya hingga di tempat tujuan, biasanya disebut pilot flying. Sedangkan untuk pilot lainnya bertindak sebagai pilot monitoring yang membantu pilot berkomunikasi dengan kontrol lalu lintas udara, memantau mesin serta parameter lainnya dan mengecek semua tindakan pilot yang terbang.
Bila ada dua pilot dalam satu penerbangan tugas tersebut dibagi dan ditentukan secara baik, dimana kapten pilot yang lebih senior harus bertanggung jawab atas keamanan penerbangan. Selain itu keduanya juga dilatih untuk menangani semua situasi darurat secara profesional.
Kondisi kesehatan pilot juga menjadi isu yang penting, pilot harus selalu dicek kesehatannya sebelum menerbangkan pesawat. Para dokter di pusat aeromedis menguji darah, jantung, paru-paru, psikologis, penglihatan hingga pendengaran seorang pilot. Tes ini dilakukan berulang setiap tahun atau enam bulan sekali untuk pilot berusia di atas 60 tahun.
Jika dalam perjalanan penerbangannya sang pilot terjadi masalah seperti kasus Etihad, awak kabin bisa memberikan bantuan kesehatan seadanya yakni pertolongan pertama. Selanjutnya kopilot menginformasikan pada ruang kontrol untuk mendapat bantuan medis dan menanyakan pendaratan pada bandara terdekat.
Kejadian seorang pilot kehilangan kemapuan menerbangkan pesawat karena kondisi kesehatan jarang sekali terjadi. Australian Transport Safety Board melakukan penelitian bahwa rata-rata hanya ada 23 kejadian seperti itu yang dilaporkan setahun atau sekitar satu dari 34 ribu penerbangan antara tahun 2010 dan 2014.
Baca juga: Kembangkan Teknologi Autopilot, Boeing Tawarkan Self Flying Plane
Dari jumlah ini pun setengahnya terkena penyakit gastrointestinal dan insiden laser pointer sekitar 13 persen sehingga mengganggu penglihatan pilot. Antara Januari dan September 2017 ini The Aviation Herald melaporkan 16 ketidakmampuan pilot karena berbagai alasan.