Mayoritas kecelakaan pesawat terjadi saat take off dan landing. Tak ayal, ketika pilot tengah melakukan approach untuk lepas landas maupun taxiing menuju runway, sampai akhirnya benar-benar melaju di kecepatan penuh, jantung kerap berdegup kencang. Terlebih ketika pesawat tiba-tiba melambat karena pilot membatalkan penerbangan.
Baca juga: Landing atau Divert? Inilah Delapan Cara Pilot Terbang dengan Aman
Sebab, bila timingnya tidak tepat, alih-alih berhenti sebelum aspal runway habis, pesawat justru meluncur bebas, keluar dari runway, dan terperosok ke persawahan, laut, ataupun area lainnya di sekitar runway.
Terlepas dari apa yang terjadi pasca pilot membatalkan penerbangan, sebetulnya apa yang menyebabkan pilot tiba-tiba memutuskan rejected takeoff?
Dilansir Simple Flying, istilah rejected takeoff sendiri ialah kondisi dimana pilot membatalkan lepas landas saat pesawat belum mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk mengudara atau V1. Itu berarti, ketika rejected takeoff diambil, secara teori, pesawat harusnya sudah diprediksi masih cukup waktu untuk berhenti sebelum ujung runway.
Serupa tapi tak sama, menurut Skybrary, rejected takeoff bisa dikategorikan pesawat sedang dalam posisi kecepatan rendah maupun kecepatan tinggi. Produsen pesawat umumnya mengartikan transisi pada dua kategori ini (kecepatan rendah maupun tinggi) antara kecepatan 80 dan 100 knot.
Sebelum dioperasikan, produsen juga diwajibkan melakukan uji rejected takeoff pada pesawat baru, seperti yang dilakukan Boeing bersama 777X pada Maret 2020 lalu.
Selaku produsen pesawat, Boeing sendiri menjelaskan, alasan pilot menolak lepas landas didorong oleh setidaknya lima hal. Kelimanya tak dapat ditolelir dan sangat berisiko membahayakan penerbangan.
“Lepas landas dapat ditolak karena berbagai alasan, termasuk kerusakan mesin, indikator atau alarm peringatan lepas landas, arahan dari kontrol lalu lintas udara (ATC), ban pecah, atau peringatan sistem.”
Kendati demikian, andaipun pesawat tetap melanjutkan penerbangan ketika dalam salah satu dari kelima kondisi itu, sebetulnya tak ada masalah dan pesawat dapat melanjutkan perjalanan serta mendarat dengan selamat.
“Faktanya, sekitar 55 persen dari (rejected takeoff), hasilnya mungkin pendaratan yang lancar jika lepas landas dilanjutkan,” jelas Boeing.
Baca juga: Mengenal “Go-Around,” Saat Pesawat Tak Jadi Mendarat Karena Beragam Faktor
Rejected takeoff sangat jarang terjadi. Tahun ini, rejected takeoff baru terjadi dua kali saja. Pada Januari lalu, pesawat Airbus A320 LATAM dikabarkan batal lepas landas di Sao Paolo akibat kerusakan mesin saat di kecepatan 20 knot.
Pertengahan Maret kemarin, pesawat kargo Airbus A300 Transcarga International Airways memutuskan batal atau menolak lepas landas akibat kerusakan mesin yang tidak terkendali di Bogotá, Kolombia.