Bagi Anda pengguna kapal ferry pastinya tak asing dengan sosok benda berbentuk tabung berwarna putih yang berada di geladak penumpang. Dengan cover dari bahan fiberglass, fungsinya pun sudah diketahui sebagai alat keselamatan darurat yang digunakan kala harus dilakukan evakuasi. Tapi dari penelusuran KabarPenumpang.com, masih lebih banyak penumpang yang tak mengenal dengan fungsi benda putih berbentuk tabung tersebut. Padahal, jika terjadi kondisi darurat, alat yang resminya disebut Inflatable Life Raft (ILR) bakal menjadi penyambung nyawa di tengah luasnya lautan.
Baca juga: Tampomas II, Ingatkan Tragedi di Perairan Masalembo
Inflatable Liferaft atau sering disebut juga dengan Liferaft, adalah salah satu alat keselamatan yang sangat penting pada kapal yang sedang berlayar, terlebih pada kapal yang memuat penumpang. Liferaft adalah sebutan untuk perahu karet dengan tenda pelindung dan dilengkapi obat-obatan, perbekalan makanan dan minuman untuk keadaan darurat. Bahkan Liferaft dilengkapi beberapa benda untuk memberi tanda signal, dan alat-alat keselamatan lainnya. Liferaft dan semua perlengkapannya itu biasanya dirancang agar pemakainya dapat bertahan hidup selama satu minggu sebelum regu penolong datang.
Liferaft disimpan pada sebuah tabung yang terbuat dari fibreglass dan dicat warna putih. Disitu juga dicantumkan tanggal pemeriksaannya yang terbaru dan tanggal kedaluarsanya. Liferaft dan perlengkapannya harus diperiksa minimal satu tahun sekali.
Karena termasuk peralatan keselamatan untuk keadaan darurat, liferaft harus ditempatkan pada posisi yang mudah dicapai. Biasanya tergantung dibagian pinggir kapal. Pada saat akan digunakan, pin penahannya dibuka hingga liferaft terlepas dari kedudukannya dan jatuh di laut. Ada seutas tali yang memang dikaitkan pada pin pompa karbondioksida yang ada pada perahu karet yang masih terlipat dan tersimpan dalam tabung liferaft. Begitu tali tersebut ditarik, pompa tersebut mulai bekerja dan membuat perahu karet yang masih terlipat tadi mengembang hingga siap untuk digunakan. Selanjutnya para penumpang meloncat ke laut dan berenang menuju perahu karet itu.
Baca juga: Berusia 30 Tahun, KM Mutiara Sentosa I Makan Korban Jiwa
Secara teori, Liferaft harusnya dapat membuka dan mengembang sendiri setelah dijatuhkan ke permukaan air. Ketinggian yang dibutuhkan agar Liferaft dapat terbuka sempurna adalah 15 meter, atau standar ketinggian pada deck pada kapal penumpang. Umumnya satu Liferaft dapat dimuati 4 sampai 8 penumpang.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan satu unit liferaft memang tak murah, namun bila dikaitkan dengan risiko yang akan ditanggung, mestinya pemilik kapal wajib mengedepankan pemeliharaan Liferaft. Tak jarang kita dengar kecelakaan kapal di laut, korban jiwa menjadi lebih banyak hanya karena kurangnya persediaan peralatan keselamatan pada kapal tersebut. Kalaupun tersedia cukup, sebagian besar peralatan keselamatan sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. Bisa dibayangkan jika musibah itu terjadi dan benda-benda yang diharapkan bisa menjadi penolong tersebut ternyata justru tidak dapat digunakan. Padahal bukan tak mungkin, kapal yang naas itu jauh berada di tengah laut dengan cuaca yang sangat tidak bersahabat, sementara masih dibutuhkan waktu yang lama hingga datangnya tim SAR.