Friday, April 26, 2024
HomeDaratJejak Sejarah Yang Terlupakan, Stasiun Gambir Dulunya Adalah Tanah Rawa

Jejak Sejarah Yang Terlupakan, Stasiun Gambir Dulunya Adalah Tanah Rawa

Bagi Anda yang kelahiran dekade 70 dan 80-an, mungkin masih sempat melihat desain arsitekur Stasiun Gambir era jaman kolonial, pasalnya masuk ke tahun 1990-an, Stasiun Gambir mengalami perubahan besar, bangunan lamanya 100 persen telah dihancurkan dan diganti dengan model stasiun ‘bertingkat’ seperti yang terlihat saat ini. Padahal sebelum itu, ornamen Stasiun Gambir nampak begitu asri dengan keberadaan bangunan tua di sekitarya, sebut saja Gereja Immanuel, Gedung KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi), Istana Negara dan Gedung Kesenian Jakarta.

Baca juga: Seutas Cerita di Balik Kelamnya Stasiun Kampung Bandan

Namun tuntutan jaman rupanya tak bisa dibendung, terlebih dengan lonjakan trafik perjalanan kereta, peningkatan pelayanan pada stasiun, dan upaya meredam kemacetan di Ibu Kota, maka wajah Stasiun Gambir berubah total. Persisnya seiring pembangunan lintasan rel di atas (upper ground) antara Stasiun Manggarai dan Stasiun Mangga Dua, maka otomatis Stasiun Gambir yang dilalui mengusung model Stasiun ‘bertingkat,’ wahjah baru Stasiun Gambir diikuti dengan stasiun-stasiun lain di Gongdangdia, Cikini dan Pangeran Jayakarta.

Merujuk ke sejarahnya, siapa sangka bahwa dibalik kokohnya Stasiun Gambir, ternyata sebelum dibangun sebagai pra sarana transportasi, daerah Gambir adalah tanah rawa dengan pemilik tanah tersebut bernama Anthony Paviljoen. Kemudian tahun 1697 tanah ini dibeli oleh Cornelis Chastelein dan membangun sebuah rumah dengan dilengkapi dua kincir sebagai penggiling tebu. Cornelis diperkiran yang memberi nama tempat ini dengan sebutan Weltevreden yang berarti sangat puas.

KabarPenumpang.com kemudian mencoba merangkum dari berbagai sumber, tahun 1871 silam Weltevreden menjadi sebuah halte Koningspelin atau berarti halte lapangan raja dan dikelola sampai tahun 1884 oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dengan bangunan kecil dan sangat sederhana. Halte ini kemudian digantikan menjadi stasiun Weltevreden yang dibuka pada 4 Oktober 1884 di tempat Stasiun Gambir sekarang berada.

Hingga tahun 1906, stasiun ini digunakan untuk pemberangkatan tujuan Bandung dan Surabaya. Desain bangunan stasiun ini atapnya dulu bertumpu pada bantalan besi cor dengan rancangan Staatsspoorwegen (SS). Namun tahun 1928 setelah diambil alih dari SS pada 1913, stasiun kemudian diperbesar dan satu tahun kemudian mengalami perubahan yang cukup signifikan dimana tampak luar bergaya art deco. Atap untuk penumpang di peron juga diperpanjang ke sisi utara hingga 55 meter.

Setelah itu tahun 1937 stasiun ini kemudian diresmikan sebagai stasiun Batavia Koningsplein. Hingga akhirnya 55 tahun kemudian tepatnya tahun 1992, stasiun direnovasi secara besar-besaran menjadi stasiun layang dan berubah nama menjadi stasiun Gambir serta menjadi ruas jalur kereta Jakarta Kota-Manggarai.

Stasiun Gambir sendiri saat ini berada di ketinggian +16 meter dan masuk dalam Daerah Operasional (DaOp) I Jakarta. Memiliki empat jalur dimana jalur 2 dan 3 adalah sepur lurus. Saat ini stasiun gambir memiliki tiga tingkat dimana aula utama, loket, tempat makan dan toko serta layanan perbankan ada di tingkat dasar. Tingkat dua adalah ruang tunggu dan beberapa tempat makan cepat saji. Pada tingkat tiga barulah akan ditemui peron dan jalur sepur. Stasiun Gambir saat ini termasuk salah satu stasiun besar dengan pengumuman yang digunakan bahasa Indonesia dan Inggris. Gambir juga dilengkapi dengan Rail Transit Suite, yakni hotel transit khusus untuk penumpang kereta yang hendak beristirahat.

Baca juga: Lempuyangan, Sejarah Panjang Stasiun KA Ekonomi di Yogyakarta

Dari segi pelayanan, status Stasiun Gambir yang berada tepat di jantung Ibu Kota memang terasa eksklusif, stasiun ini tak melayani pemberhentian KRL Komuter Jabodetabek. Stasiun Gambir pun dikenal khusus melayani keberangkatan dan kedatangan KA kelas Eksekutif tujuan luar kota.

Namun musim kembali akan berganti di Stasiun Gambir, kedepannya Gambir justru tidak akan melayani rute luar kota. “Enggak ada lagi di Gambir. Kereta api enggak masuk ke dalam kota, sehingga enggak ada crossing antara pergerakan (kereta api) luar kota dengan dalam kota (commuter line),” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dikutip dari Liputan6.com (24/7/2017). Sebagai gantinya untuk rute kereta luar kota akan dilayani di Stasiun Jatinegara dan Stasiun Manggarai.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru