Hampir setiap Negara memiliki sebuah moda transportasi umum yang menjadi ciri khas, seperti Black Cab dan Double Decker di Inggris, Tuk-Tuk di Bangkok, Bajaj di India, dan Delman di Indonesia. Bisa dibilang, moda-moda tersebut seolah menjadi ikon dari masing-masing Negara. Namun, pernahkah Anda mendengar nama Jeepney? Jika Anda berkesemptan mengunjungi Filipina, maka pertanyaan Anda mengenai Jeepney akan segera terjawab.
Baca Juga: Bus Tingkat di Indonesia, Transformasi dari Moda Angkutan dan Wisata
Berawal dari jaman Perang Dunia II dimana Serdadu Amerika yang pernah menjajah Filipina memilih untuk mengibarkan bendera putih dan meninggalkan ratusan mobil jeep mereka di sana. Melihat potensi yang bisa dimanfaatkan dari jeep sisa perang tersebut, rakyat Filipina lalu menyulap bangkai-bangkai mobil produksi tahun 1940-an tersebut menjadi sebuah sarana transportasi yang dapat menjunjang aktifitas warga Filipina.
Jeep-jeep tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga bisa menampung banyak penumpang, salah satunya dengan cara mengganti bodi (chassis) menjadi lebih panjang dan mewarnainya dengan warna-warna cerah sehingga orang dapat dengan mudah mengetahui keberadaannya. Tidak hanya mengecatnya dengan warna-warna ngejreng, tidak jarang pengemudi Jeepney menambahkan aksesoris seperti stiker, bendera, hingga dudukan lampu mobil hingga membuat Jeepney mereka lebih menarik. Layaknya ajang modifikasi mobil, para pengemudi berlomba untuk menghias Jeepney mereka supaya banyak penumpang yang melirik lalu menaikinya.
Jika dibandingkan dengan transportasi umum di dalam negeri, Jeepney hampir serupa dengan angkot, namun dengan postur moda yang lebih memanjang. Walaupun asal usul Jeepney ini menggunakan mobil jeep bekas Perang Dunia II, Anda akan jarang melihat Jeep asli peninggalan Amerika di Filipina. Rata-rata Jeepney yang digunakan saat ini adalah hasil karya perusahaan lokal di Filipina seperti Sarao Jeepney Factory yang berlokasi di luar kota Manila, dengan mengadopsi mesin dari Jepang. Mengingat kelayakan mesin yang dianggap sudah tidak kompeten untuk digunakan sebagai transportasi umum.
Baca Juga: Bajaj, Angkutan Beroda Tiga Yang Melegenda
Selain dari tampilan fisiknya yang berbeda dengan angkot di Indonesia namun mirip dengan oplet yang pernah ada di Jakarta, sistem pembayaran di Jeepney juga sedikit berbeda. Alih-alih penumpang turun terlebih dahulu lalu membayar ongkos, sistem pembayaran di Jeepney adalah penumpang membayar dimuka dengan cara berteriak kepada sang sopir, “Bayad, Po,” yang artinya saya mau bayar. Lalu Anda akan menyerahkan ongkos kepada sopir. Lalu, bagaimana jika Anda duduk berjauhan dengan sopir? Anda tetap membayarnya selama perjalanan dengan cara mengoper ongkos Anda pada orang yang duduk di belakang sopir. Jadi, orang yang duduk di belakang sopir harus rela menjadi kondektur sementara selama perjalanan. Begitupun dengan menerima kembalian, orang yang duduk di belakang sopir akan bertindak sebagai perantara kembalian Anda.
Jeepney memang menjadi primadona masyarakat Filipina untuk menarik para wisatawan. Namun, postur Jeepney yang bisa dibilang besar dianggap mengganggu lalu lintas Filipina yang sudah cukup padat dengan kondisi jalan yang tidak terlalu besar. Selain itu, pemerintah setempat juga perlu memutar otak untuk mengatur jadwal pengoperasiannya, karena Jeepney memerlukan bahan bakar yang cukup besar untuk pengoperasiannya.
Dibalik itu semua, masa depan Jeepney di Filipina cukup cerah. Belakangan, E-Jeepney, yang menggunakan daya listrik sebagai penggeraknya. Beberapa E-Jeepney telah diproduksi dan mulai digunakan sebagai mobil antar-jemput sekolah, transportasi di hotel yang luas, dan angkutan resmi di beberapa taman hiburan di Filipina.