Monday, November 25, 2024
HomeBandaraIni Alasan Kenapa Pesawat Dihimbau Tak Mengudara Saat Turun Kabut

Ini Alasan Kenapa Pesawat Dihimbau Tak Mengudara Saat Turun Kabut

Untuk sebagian orang, turunnya kabut memberikan nuansa tenang dan rileks untuk beristirahat, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan para pekerja di dunia aviasi, khususnya pilot. Sedikit bernostalgia ke belakang ketika pada tahun 2006 silam, sejumlah maskapai di Inggris terpaksa mengurungkan niatnya untuk mengudara karena kepulan kabut tebal yang menyelimuti Britania Raya tersebut. Sebenarnya, pembatalan ini bukan diakibatkan efek visibilitas yang rendah saat mengudara, melainkan ketika pesawat berada di darat.

Baca Juga: Lima Penyebab Umum Terjadinya Kecelakaan Pesawat

Faktanya, keberadaan teknologi canggih di dalam pesawat memudahkan pilot untuk mengatasi masalah penglihatan yang kerap kali menganggu tugas mereka, seperti keberadaan awan rendah, hingga kabut tebal sekalipun. Namun setibanya mereka di darat, pandangan pilot benar-benar tergantung dari kaca depan pesawat. Di sini, ia harus benar-benar jeli untuk menghindari tabrakan dengan kendaraan lain yang berada di lintasan, seperti pesawat lain atau pun mobil caddy.

Pernyataan tersebut dipertegas oleh juru bicara National Air Traffic Services (Nats), Richard Wright. “Ini bukanlah masalah pengendali lalu lintas udara, namun lebih kepada masalah saat mereka menyentuh landas pacu,” ujar orang yang juga memantau lalu lintas udara di sekitaran Inggris. “Pesawat-pesawat tersebut membutuhkan ruang lebih ketika mereka sudah berada di landas pacu agar menghindari benturan dengan kendaraan lain,” tambah Richard.

Seperti yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman theguardian.com, Richard mengatakan alangkah baiknya jika pihak pengelola bandara mengosongkan landas pacu dan mensterilkannya sebelum pesawat lain mendarat. Tentu ini merujuk pada low visibility procedures yang mengatakan setiap pesawat yang mendarat di suatu bandara harus dipisahkan satu sama lain sejauh enam mil atau setara dengan 9,7 meter.

Baca Juga: Layani Penerbangan Malam, ILS Wajib Terpasang di Runway Bandara

Pemberlakuan prosedur ini tentu sangat mungkin dilakukan di bandara-bandara yang berukuran tidak terlalu besar dan tidak terlalu ramai aktifitasnya. Namun apa jadinya jika prosedur tersebut juga diberlakukan di bandara-bandara besar dan telah dinobatkan sebagai bandara dengan tingkat aktifitas yang sangat padat seperti Bandara Internasional Heathrow di Inggris? Tentu saja pemberlakuan prosedur ini akan berimbas pada pembatalan sejumlah penerbangan. Ditinjau lebih lanjut, pembatalan pemberangkatan itu akan membawa kerugian tersendiri terhadap pihak maskapai yang bersangkutan.

Baca Juga: Saat Bencana Alam Tiba, Bukan Berarti Perjalanan Batal, Ikuti Tips Ini!

Maka dari itu, pihak maskapai lebih memilih untuk membatalkan penerbangan ketika cuaca berkabut ketimbang harus menghadapi resiko yang bisa saja membahayakan banyak orang, seperti kejadian pada tahun 2001 dimana 118 orang meninggal di Bandara Linate, Milan ketika sebuah pesawat yang dioperasikan oleh maskapai asal negara skandinavia, SAS tengah bersiap untuk lepas landas. Sayangnya, kondisi berkabut pada saat itu membuat jarak pandang pilot amat terbatas sebelum akhirnya menabrak bagian sayap dari sebuah pesawat pribadi yang “nyasar” landas pacu akibat kondisi kabut yang luar biasa pekat.

Di Indonesia, kasus yang mirip juga kerap terjadi, namun yang dihadapi adalah kabut akibat asap kebakaran hutan yang terjadi di kawasan Sumatera dan Kalimantan.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru