Munculnya gagasan tentang penggunaan moda udara nirawak alias drone di masa depan akan meminimalisir kemacetan yang terjadi di jalanan, nyatanya tidak melulu menuai respon positif. Ada banyak pihak yang enggan mendukung program tersebut, tentunya dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Sementara sebagian warga lainnya dengan gamblang mendukung proyek ini, bahkan tidak sedikit juga kalangan yang lantas memikirkan bagaimana pengelolaan lalu lintas udara jika drone ini benar-benar beroperasi di masa depan.
Baca Juga: Digital Air Traffic Solutions, Saatnya Menara ATC Dikendalikan Secara Remote
Ya, memang salah satu cara yang paling mudah – namun sulit – untuk mengatasi masalah kemacetan yang kian meradang ini adalah dengan cara membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan mulai beralih menggunakan moda transportasi umum. Namun sepertinya untuk sebagian warga di berbagai belahan dunia masih terlalu gengsi untuk meninggalkan moda yang kerap kali dijadikan tolak ukur kemapanan seseorang ini.
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman airport-technology.com (28/11/2017), muncullah Altiscope, sebuah simulator yang dirancang khusus untuk menangani eksistensi moda dan lalu lintas udara dalam jumlah yang besar. Altiscope sendiri merupakan sebuah program hasil besutan A³, anak perusahaan dari Airbus. Project Executive A³, Karthik Balakrishnan mengatakan bahwa eksistensi kendaraan udara di masa depan diperkirakan akan meningkat drastis, sejalan dengan rencana beberapa perusahaan yang akan membuka layanan taksi udara, seperti Uber dan Airbus sendiri.
Ia mengatakan bahwa teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAS) atau yang lebih familiar dengan sebuta drone ini memang tengah digandrungi oleh beberapa penggiat bisnis. Sebenarnya, Federal Aviation Administration (FAA) telah memperkirakan bahwa di tahun 2016 kemarin, akan ada sekitar 600.000 pesawat komersial yang beroperasi di angkasa dalam kurun waktu satu tahun. Prediksi tersebut belum diperparah dengan hadirnya drone seperti yang sudah dijabarkan di atas. Maka, tidak heran jika program Altiscope dipercaya sebagai solusi yang tepat untuk me-manage lalu lintas udara yang lebih kompleks.
“Kami bekerja untuk menganalisis bagaimana drone dapat mengudara pada skala tertentu dan bagaimana pertumbuhan penggunaan drone secara luas akan mempengaruhi ekonomi dan masyarakat,” papar Karthik. Simulator Altiscope sendiri akan mengorganisasikan cara untuk mensimulasikan kebijakan, aturan, kasus penggunaan, arsitektur sistem, dan skenario desain dengan cepat berdasarkan beberapa variabel yang berinteraksi.
“Bagaimana perencana kota yang berbeda di seluruh dunia membuat keputusan tentang infrastruktur jalan raya seperti konfigurasi jalan raya, batas kecepatan, dan peraturan persimpangan. Ini semua adalah keputusan yang bekerja secara berbeda tergantung pada konteks lokal,” jelas Karthik. “Dan hal yang sama berlaku untuk pengelolaan wilayah udara,” imbuhnya.
Baca Juga: Mengenal Serba Serbi dan Peran Air Traffic Controller
Dengan demikian, Altiscope mendekati manajemen wilayah udara dari perspektif holistik, tanpa menganjurkan untuk produk, kebijakan, atau konsep operasi tertentu. “Kami tidak memulai dengan tujuan mengaktifkan arsitektur sistem tertentu atau membuat produk atau aturan yang memecahkan satu platform atau profil misi. Sebagai gantinya, kami menciptakan sebuah kerangka pemodelan kebijakan yang dapat memungkinkan solusi Air Traffic Management (ATM) diterapkan pada berbagai bentuk atau skenario.” Tutup Karthik.