Bagi Anda para pecinta olahraga Formula One (F-1), tentu nama Niki Lauda tidak asing di telinga Anda. Pria bernama lengkap Andreas Nikolaus Lauda ini memang mengawali karir sebagai pembalap F-1, namun jalan hidup menggiringnya untuk menjadi seorang entrepreneur yang menaungi bisnis aviasi. Walaupun ia pernah mengalungi titel juara dunia sebanyak tiga kali (1975, 1977, dan 1984), namun jiwa bisnisnya lebih memacu kencang ketimbang dunia yang sudah mengharumkan namanya tersebut.
Baca Juga: Joseph Armand Bombardier – Ketika Minat, Bakat, dan Kegigihan Membuahkan Hasil Manis
Menurut data yang dikumpulkan KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, Brand Ambassador dari Bombardier Business Aircraft ini merupakan pemilik sekaligus operator dari dua maskapai internasional, yaitu Lauda Air dan Niki (airline). Jika ditelaah, mungkin Niki Lauda dapat disandingkan dengan Richard Brenson, empunya Virgin Group yang juga menekuni dunia layanan transportasi udara.
Niki lahir di Vienna, Austria pada 22 Februari 1949 dari keluarga yang berada. Kakek dari pihak sang ayah merupakan seorang pengusaha kelahiran Wina, Hans Lauda. Diawal karirnya, Niki sempat mendapatkan protes keras dari keluarganya yang menolak ia menjadi seorang pembalap. Namun kecintaannya terhadap dunia pacu kendaraan tersebut tidak bisa mengalahkan perintah dari keluarganya. Benar saja, tulah sang orang tua berimbas pada terseok-seoknya karir Niki di masa awal ia sebagai pembalap.
Singkat cerita, ia mendapatkan promosi ke kasta tertinggi dunia balap, F-1. Kesempatan tersebut tidak ia sia-siakan sembari berusaha untuk membuktikan kepada keluarganya bahwa jalan yang ia tempuh merupakan dulang emas yang dapat menunjang kehidupannya. Di F-1, Niki bertemu dengan James Hunt, seorang pembalap flamboyant asal Inggris yang menjadi seteru abadinya di dunia balap. Persaingan di ajang F-1 menjadi semakin menarik manakala dua pembalap ini saling salip-menyalip memperebutkan podium pertama.
Hingga pada 1 Agustus 1976, bersama Ferrari yang ia kemudikan, Lauda mengalami kecelakaan fatal saat dirinya tengah unjuk gigi di ajang German Grand Prix, Nürburgring. Ia mengalami patah tulang di beberapa titik, luka bakar yang cukup serius pada kepala dan pergelangan tangannya karena ia terjebak di dalam mobil nahas tersebut. Akibatnya, ia dipaksa beristiraha selama beberapa minggu untuk menjalani masa pemulihan.
Baca Juga: Richard Branson – Sosok Pengidap Disleksia di Balik Nama Besar Virgin Ltd
Tiga tahun berselang pasca kecelakaan yang hampir menewaskan dirinya, Niki nampaknya mulai teracuni darah bisnis yang mengalir di keluarganya, hingga pada akhirnya ia mendirikan Lauda Air pada April 1979. Maskapai ini sendiri mulai melakukan penerbangan pertamanya enam tahun berselang, atau sekitar tahun 1985 sebagai penerbangan charter dan taksi udara. Salah satu jenis jetliner pertama yang digunakan oleh Lauda Air adalah pesawat British Carrier BAC One-Eleven 500, yang mereka sewa dari maskapai asal Rumania, TAROM.
Tidak puas dengan satu bisnis, Niki lalu mengakuisisi pengoperasian dari Aero Lloyd Austria pada tahun 2003 dan melakukan debut penerbangannya pada 28 November di tahun yang sama. Karena berada di dasar yang tidak terlalu kuat, kedua maskapai ini lalu dipinang oleh dua raksasa aviasi global. Lauda Air menjadi anak perusahaan dari Australian Airlines terhitung dejak Desember 2000, sedangkan Niki ditimang oleh Lufthansa tertanggal 12 Oktober 2017, setelah sebelumnya menjadi anak perusahaan dari Air Berlin.