Setelah pensiun dioperasikan maskapai, pesawat umumnya menjadi barang rongsokan dan dibiarkan termakan waktu di sebuah tempat. Saking banyaknya pesawat, baik sipil maupun militer, yang dibiarkan begitu saja di suatu tempat, pada akhirnya muncul istilah kuburan pesawat atau dikenal juga sebagai aircraft boneyard (disebut juga aircraft graveyard).
Baca juga: Bangkit dari ‘Kuburan’ Pesawat di Spanyol, Boeing 747-400 Lufthansa Siap Beroperasi
Kendati kuburan pesawat di dunia letak geografisnya bisa berbeda-beda, seperti di daerah gurun pasir, dataran tinggi pengunungan, sampai hutan, namun, satu hal yang pasti kesemuanya memiliki landasan pacu (runway). Tetapi, tidak demikian dengan kuburan pesawat di Parung, Bogor.
Alih-alih diterbangkan ke kuburan pesawat dan mendarat di sana untuk pensiun atau disimpan selamanya, pesawat justru diangkut menggunakan truk trailer dari bandara melewati jalan raya dan menyebabkan kemacetan panjang, seperti yang terjadi pada bulan Juli lalu.
Dari foto dan video yang dilihat KabarPenumpang.com di media sosial, luas area yang disebut kuburan pesawat di Kampung Jampang, Desa Pondok Udik, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor ini tidak terlalu luas atau bahkan sangat sempit untuk disebut sebagai kuburan pesawat. Demikian juga dari segi jumlah pesawat. Itu kenapa kuburan pesawat di sini tidak memiliki landasan pacu.
Meski begitu, varian pesawat yang disimpan di kuburan pesawat di Parung ini cukup variatif, mulai dari pesawat widebody quadjet atau empat mesin British Aerospace BAe-146 milik Aviastar beregistrasi PK-BRI, narrowbody dua mesin jet semisal Boeing 737-800 Sriwijaya Air dan Fokker F28, pesawat perintis Cessna 172 milik sekolah pilot Nusa Flying School, sampai pesawat komuter, salah satunya pesawat komuter NC-212 Pelita Air Service buatan PT. Dirgantara Indonesia.
Kebanyakan pesawat yang ada di kuburan pesawat di Parung, Bogor ini datang dari empat maskapai domestik; Aviastar, Lion Air, Sriwijaya Air, dan Pelita Air Service (PAS), serta satu maskapai internasional Sky Angkor Airlines (Sky Wings Asia Airlines) asal Kamboja.
Menurut keterangan warga setempat, lahan yang ada awalnya ingin dijadikan restoran dengan konsep pesawat. Konsep ini tentu tidak asing di Indonesia terlebih dunia. Namun, entah kenapa restoran yang disebut-sebut itu tak kunjung dibangun. Sebaliknya, rongsokan pesawat terus-menerus datang sejak lahan tersebut disewakan ke seseorang pada tahun 2019.
Bisnis pesawat purna tugas lama-kelamaan semakin diminati. Sebab, 6.000 pesawat dalam 20 tahun mendatang akan mencapai akhir jam terbangnya. Lantas pesawat tua dibuang ke mana? Sebagian mungkin bakal dibuang ke kuburan pesawat di Gurun Mojave atau dijadikan restoran, sebagian lagi didaur ulang dan dibuat jadi barang berharga.
Baca juga: Singapore Airlines Kirim Lagi A380 Ke ‘Kuburan’ Pesawat di Gurun Australia
Melihat hal itu, riset di Eropa coba mencari teknik pembuangan yang paling ekonomis dan ramah lingkungan. Hal itu dikarenakan pesawat dibuat dari 60 persen alumunium, 15 persen baja, 10 persen logam berharga mahal seperti titanium. Jadi, terlalu sayang untuk dibuang begitu saja, selain untuk menyelamatkan lingkungan.
Valliere Aviation, salah satu raksasa daur ulang pesawat tua di Eropa, mengerti betul betapa menggiurkannya pesawat tua. Biasanya pesawat tua dihancurkan, dibersihkan dari komponen radioaktif sesuai panduan hijau Eropa, diklasifikasikan, dan diteliti bagian mana saja yang masih bisa dipertahankan, seperti suku cadang berharga, roda pendaratan, mesin, dan peralatan avionik.