Musibah memang tak pernah ada yang mengetahui waktu dan tempatnya. Termasuk kecelakaan yang menimpa pesawat buatan Cina, Xian MA60 yang dioperasikan oleh Merpati Nusantara Airlines. Kala itu, Sabtu, 7 Mei 2011, pesawat yang mengangkut 27 orang kru dan penumpang itu jatuh ke laut saat akan mendarat di Bandara Utarom, Kaimana, Papua Barat. Seluruh penumpang dinyatakan tewas.
Baca juga: COMAC Serius Goyang Duopoli Airbus dan Boeing, Pesanan Nyaris 1.000 Unit Jadi Sinyal Kuat
Dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, diketahui, maskapai yang sudah stop operasi sejak 2014 itu memiliki 14 buah pesawat bermesin turboprop ini. Dari 14 unit tersebut, mayoritas pesawat beroperasi di wilayah Indonesia Timur.
Sebelum Garuda Indonesia mendatangkan ATR, demikian juga dengan Lion Air yang mulai lahir pada medio 90an, Merpati Airlines bersama MA60 memang sempat merajai pasar rute satelit atau jarak pendek, khususnya di wilayah Timur.
Akan tetapi, setelah Garuda Indonesia dan Lion Air mendatangkan ATR, kedigdayaan pun runtuh. Sebab, dari segi efisiensi, Xinzhou 60 (MA-60) masih kalah dibanding ATR. Selain itu, dari segi suplai chain, ATR juga lebih kuat serta memiliki harga jual yang lebih stabil di pasaran ketimbang MA60.
Dengan fakta tersebut, Merpati Airlines pun mulai tertekan. Sebab, pembelian pesawat tersebut dinilai cenderung dipaksakan, dengan kajian yang rendah dan pada akhirnya justru malah mempersulit maskapai hingga bangkrut pada 2014.
Terlepas dari sebutan airlines killer yang melekat di tubuh Xian MA60 dengan Merpati Airlines menjadi salah satu ‘korbannya’, MA60 sebetulnya punya spesifikasi yang oke. Dari catatan airlines-inform.com, pesawat dengan panjang 24.7 meter, bentang sayap 29.2, dan tinggi 8.8 meter ini terbang sampai ketinggian 7.600 meter dari permukaan laut dengan jangkauan terbang mencapai 1.600 km. Kemudian, pesawat yang mulai beroperasi pada tahun 2004 ini tercatat memiliki kemampuan maximum take-off weight (MTOW) seberat 21,8 ton dan kapasitas tangki bensin sebanyak 4 030 liter.
Baca juga: Kesal Berada di Bawah Pengaruh Cina, China Airlines Ingin Ganti Nama Jadi Taiwan Airlines?
Pesawat yang dijiplak dari Antonov-24 ini memiliki berat maksimal saat pesawat take off adalah 21,800 kg dan memiliki kecepatan maksimal 514 km per jam. Dengan kemampuan tersebut, tak ayal bila pesawat yang mulai pertama kali terbang pada tahun 2.000 ini mampu mengangkut hingga total 60 penumpang plus dua kru, lebih banyak belasan penumpang dibanding kompetitornya ATR 42-300. Mesin PW 127J juga berkontribusi atas hal ini. Padahal, dari segi harga, Xian MA60 dibanderol seharga USD11 juta per unit, jauh lebih murah dibanding ATR 42-300 yang dibanderol lebih dari itu.
Sejak pertama kali beroperasi, hingga 2016, pesawat buatan Xi’an Aircraft Industrial Corporation di bawah China Aviation Industry Corporation I (AVIC I) ini sudah terjual hampir 200 unit. Sebarannya rata-rata berada di negara-negara berkembang, mulai dari Indonesia, Bolivia, Ekuador, Bolivia, Laos, Myanmar, Nepal, Filipina, Kongo, Sri Lanka, Zambia, hingga Zimbabwe. Dari sejumlah negara yang mengoperasikan itu, tercatat, empat di antaranya terlibat kecelakaan, tiga terjadi di Zimbabwe dan satu lainnya di Indonesia.