Pegunungan identik dengan pemandangan indah. Namun, di Cina, tepatnya di Desa Bamda (Bangda) Prairie, Prefektur Qamdo, Tibet, pegunungan justru identik dengan bandara. Sebab, bandara tersebut bukan bandara biasa, melainkan bandara yang memiliki runway terpanjang di dunia. Bandara tersebut adalah Qamdo Bamda Airport.
Baca juga: Panjang Bak Macet di Ibukota, Ini Dia Deretan Runway Terpanjang di Dunia!
Selain meraih gelar sebagai bandara dengan runway terpanjang di dunia, mencapai 5.500 meter, bandara yang terletak di Pegunungan Hengduan tersebut sebelumnya juga sempat meraih predikat sebagai bandara tertinggi di dunia, dengan berada di ketinggian 4.334 meter di atas permukaan laut (mdpl), sebelum akhirnya digeser pada 2013 lalu oleh bandara lainnya di Cina, Bandara Daocheng Yading di Provinsi Sichuan, yang berada di ketinggian 4.411mdpl.
Akan tetapi, jangan berburuk sangka dahulu. Dibuatnya runway sepanjang itu bukan untuk mengejar rekor, apalagi untuk unjuk gigi. Terdapat alasan teknis dibalik semua itu. Ketinggian yang ekstrem ternyata mempengaruhi kinerja mesin pesawat. Pada ketinggian ektrem, biasanya, udara menjadi sangat tipis sehingga putaran mesin menjadi lebih lambat dari biasanya, sehingga diperlukan runway panjang untuk ‘mengobati’ masalah kinerja tersebut.
Dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai laman, Bandara Qamdo Bangda mulai dibangun pada tanggal 2 Desember 1992. Kemudian, pada 2007 lalu, bandara ini melakukan rekonstruksi dan pengembangan dengan memperbaiki runway dan membangun terminal baru seluas 5.018 meter persegi. Selama 22 Juni hingga 15 Juli 2013 silam, bandara Qamdo Bangda juga sempat ditutup untuk memudahkan proses pemeliharaan runway.
Sepanjang tahun, bandara yang terletak bersebelahan dengan Pegunungan Himalaya tersebut bisa dikatakan selalu diselimuti cuaca ekstrem. Bayangkan saja, setidaknya sembilan bulan penuh cuaca di sekitaran memiliki suhu rata-rata di bawah titik beku, mencapai minus 20 derajat celcius. Adapun tiga bulan sisanya, seiring perubahan iklim global, terkadang cuaca ekstrem juga kerap terjadi. Memang tidak lebih dingin dibanding Antartika atau Tomsk, Rusia, yang memiliki titik beku sampai minus 50 derajat. Namun, bagi dunia penerbangan, suhu tersebut tentu sudah sangat menyulitkan.
Hal itu belum termasuk berbagai gangguan lainnya yang mungkin bisa sangat membahaykan dunia penerbangan, seperti kecepatan angin hingga 30 meter per detik, serta level oksigen yang hanya dikisaran 50 persen dari permukaan laut.
Tak cukup sampai di situ, berada di wilayah pegunungan juga membut cuaca di sekitaran bandara kerap berubah dalam hitungan menit atau jam, khususnya di musim dingin dan semi. Dengan berbagai kerumitan tersebut, tak heran bila bandara dengan kode BPX untuk IATA dan ZUBD untuk ICAO tersebut tak banyak melayani penerbangan.
Hingga saat ini, Bandara Qamdo Bangda hanya membuka lima rute penerbangan ke beberapa kota di Cina. Akibatnya, tiket pesawat dari dan ke Qamdo pada musim-musim liburan, khususnya puncak liburan musim dingin mulai November hingga Februari, sangat sulit didapat.
Kota-kota terkenal seperti Chengdu, Chongqing, Lhasa biasanya memiliki satu penerbangan langsung setiap hari ke Qamdo. Di luar ketiganya, penerbangan tak berjadwal dari Tianjin dan Anhui Fuyang terkadang juga ditawarkan, terutama pada puncak musim dingin atau hari tertentu lainnya.
Baca juga: Courchevel, Bandara Ekstrem di Adegan James Bond “Tomorrow Never Dies”
Di antara ketiga kota yang melayani penerbangan langsung berjadwal tersebut, Chengdu dan Chongqing adalah hub paling populer ke Qamdo. Alasannya, selain waktu tempuh hanya kurang lebih dua jam, kedua bandara tersebut juga memiliki jaringan rute domestik dan internasional yang lebih sering dibanding Lhasa.
Namun demikian, sekalipun hub favorit ke Qamdo menawarkan waktu tempuh rata-rata dua jam, tetap saja, dengan berbagai ‘keunikan’ bandara tersebut, harga tiket pergi ke sini jauh lebih tinggi dibanding bandara lain di Tibet. Jangan menunggu momen diskon besar-besaran ke wilayah ini karena hampir tidak ada diskon sepanjang tahun. Alasannya simpel, jarangnya penerbangan, kondisi medan yang sulit, dan besarnya biaya fasilitas di bandara tersebut rasanya sangat relevan dengan mahalnya tiket.