Tinta merah terlihat pada laporan pendapatan kuartal kedua Uber sebagai raksasa ride hailing. Pasalnya laporan keuangan yang dibeberkan memperlihatkan kerugian sebesar $5,24 miliar atau setara dengan Rp72 triliun.
Baca juga: Punya Rating Rendah, Penumpang Uber Bisa Kesulitan Dapatkan Kendaraan
Penyebab kerugiannya karena ada kompensasi berbasis saham yang dibayarkan Uber pada karyawan setelah IPO dengan nilai $3,9 miliar. Di kuartal ini, Uber sendiri berhasil mendapatkan pendapatan $3,1 miliar atau naik 14 persen dari tahun sebelumnya.
Dilansir KabarPenumpang.com dari laman wsj.com (13/8/2019), CEO Uber Dara Khosrawshahi mengatakan pihaknya bahkan berpikir tahun 2019 menjadi puncak investasi mereka. Selain itu juga dirinya ingin memastikan bahwa pertumbuhan Uber adalah pertubuhan yang sehat.
“Strategi platform kami terus memberikan hasil yang kuat, dengan Trips naik 35 persen dan Pemesanan Bruto naik 37 persen dalam mata uang konstan, dibandingkan dengan kuartal kedua tahun lalu. Pada bulan Juli, platform Uber mencapai lebih dari 100 juta Konsumen Aktif Bulanan untuk pertama kalinya, karena kami menjadi bagian yang lebih dan lebih integral dari kehidupan sehari-hari di kota-kota di seluruh dunia,” ujar Dara.
Kerugian Uber kuartal ini jauh melebihi estimasi analis dan membuat banyak pihak meragukan kemampuan Uber mencetak laba karena kebijakan mereka yang gencar dalam membakar uang. Perusahaan harus konsisten memberikan insentif dan diskon tarif untuk menarik penumpang dan driver yang menghadapi persaingan.
Bahkan karena adanya kerugian ini, kabarnya Uber membatalkan interview beberapa posisi dan calon karyawan baru karena adanya kebijakan menghentikan perekrutan. Bulan Juli silam, Uber juga memangkas ratusan karyawannya di bidang marketing. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) itu dilakukan secara global.
Juni lalu Dara Khosrawshahi menggeser chief operating officer dan chief marketing officer dan memecat 400 staf pemasaran. Dara Khosrawshahi mengatakan perang diskon tarif telah mereda namun perusahaan masih harus bersaing ketat dalam bisnis pengiriman makanan dan berencana untuk mengucurkan investasi secara agresif pada sektor ini.
Baca juga: Di 2020, Uber dan Volvo Siap Uji Mobil Otonom Generasi Ketiga
“Banyak dari tim kita terlampau besar, yang menciptakan overlappping, keputusan tidak jelas dan bisa berujung pada hasil medioker,” cetus Dara.