Dari tiga jenis maskapai penerbangan, yaitu full service, medium service, dan no frills atau low cost carrier (LCC), maskapai-maskapai full service diakui banyak pihak cenderung sulit bersaing di pasar India. Sebaliknya, maskapai LCC dan regional terus berjaya selama bertahun-tahun.
Baca juga: Tingkat Pelecehan Seksual di Udara Meningkat, Dua Maskapai India Perkenalkan “Pink Rows”
Data pada Desember 2019, sebelum pandemi virus Corona menghancurkan industri penerbangan, misalnya, menunjukkan maskapai LCC SpiceJet berhasil membukukan load factor tertinggi di Negeri Zamrud Khatulistiwa, sebesar 92,7 persen dan maskapai LCC lainnya IndiGo berada di posisi kedua, merengkuh load factor 91,5 persen. Bisa dibilang, hampir sepanjang tahun penerbangan selalu disesaki penumpang.
Bandingkan dengan dua maskapai full service di India, Vistara dan Air India. Vistara tercatat hanya membukukan load factor sebesar 81,1 persen dan maskapai nasional India, Air India sebesar 80,8 persen. Masih cukup tinggi memang, namun trennya terus menurun.
Dilansir Simple Flying, setidaknya ada tiga faktor yang mendorong terjadinya hal ini. Agar lebih lebih lengkap, berikut tiga alasan mengapa India tak cocok bagi maskapai full service.
1. Sensitif dengan harga
Layakanya di Indonesia, masyarakat di India juga sensitif dengan harga dibanding layanan. Singkatnya, masyarakat di sana menginginkan layanan bagus tapi murah. Bila tak dapat keduanya, harga murah lebih penting ketimbang layanan bagus. Perbedaan harga sekecil apapun pasti akan mempengaruhi pilihan penumpang terhadap maskapai.
Melengkapi hal itu, para penumpang pesawat di India juga disebut tak terlalu royal dengan satu maskapai. Selama maskapai tersebut terus menawarkan harga murah, ia akan selalu diburu, bahkan ketika maskapai murah tersebut memberikan layanan yang tak terlalu memuaskan.
Saat itu terjadi (layanan tak memuaskan), mungkin, sesaat maskapai akan ditinggalkan penumpang. Setelah itu, penumpang akan kembali dan menikmati harga murah ketimbang layanan memuaskan.
2. Regulasi tak mendukung
Regulasi menjadi syarat mutlak untuk maskapai penerbangan bertahan di industri yang cukup dinamis ini. Sayangnya, regulasi industri penerbangan di India tidak terlalu mendukung.
Dari segi perpajakan, pajak tinggi terhadap suku cadang dan lain sebagainya menjadikan maskapai terus tertekan. Pajak tinggi juga dilengkapi dengan tingginya harga avtur. Menurut The Economic, avtur dan pajak tinggi di India menyumbang sepertiga harga tiket atau dua kali lipat lebih tinggi dari standar global yang hanya sebesar 12-16 persen.
Baca juga: Heboh Maskapai Indonesia Diminta Tutup Fasilitas Toilet di Pesawat, Ternyata di India Sudah Duluan
Selain itu, kebijakan India’s open skies agreement yang tidak dibarengi dengan langkah penyelamatan maskapai dalam negeri juga membuat maskapai full service sulit. Kebijakan itu mengizinkan maskapai asing dari Timur Tengah untuk melayani lebih banyak penerbangan dari dan ke India.
3. Persaingan ketat
Perang tarif di India membuat maskapai saling berusaha menawarkan harga tiket termurah. Saat itu terjadi, kenaikan harga tiket sekecil apapun pasti akan ditinggal penumpang. Pun demikian dengan maskapai yang sejak awal memasang harga tinggi, sudah pasti akan ditinggalkan, kecuali oleh para pebisnis untuk rute-rute internasional jarak jauh, yang tak bisa dijangkau oleh maskapai LCC yang rute internasionalnya hanya sampai ke Timur Tengah dan Asia Timur.