Menteri Perhubungan (Menhub) RI Budi Karya Sumadi belum lama ini berkunjung ke Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Salah satunya, rombongan Menhub Budi berkunjung ke ke Stasiun Purworejo didampingi oleh Bupati Purworejo, Agus Bastian pada 14 Mei lalu. Yang menarik dari kunjungan tersebut adalah perintah dari Menhub untuk mengaktifkan kembali Stasiun Purworejo yang sudah lama tidak digunakan.
Baca juga: Bolak Balik di Tutup, Stasiun Purworejo Kini Jadi Cagar Budaya
“Pak Menteri datang melihat kondisi Stasiun Purworejo. Kemudian minta agar Stasiun Purworejo diaktifkan kembali. Tentu kami sambut baik karena dengan demikian di Kabupaten Purworejo akan semakin banyak alternatif moda transportasi,” kata Bupati Agus dalam keterangan resmi, Senin (15/5/2023).
Terlepas dari kabar tersebut, tentu menarik perhatian profil Stasiun Purworejo. Dari sejarahnya, Stasiun Purworejo awalnya adalah sarana pendukung pergerakan militer pasukan Belanda.
Ada dua kepentingan atas pembangunan Stasiun Purworejo, yakni dari aspek ekonomi dan militer, mengingat Kabupaten Purworejo merupakan daerah pertahanan militer yang posisinya sangat strategis.
Cikal bakal berdirinya stasiun ini, sebenarnya dirintis oleh perusahaan kereta api (kala itu) yang bernama Statts Spoorwagen (SS). Stasiun Purworejo dibangun pada tahun 1910 dan memiliki struktur bangunan berupa material batu bata setinggi 8 meter dan luas keseluruhan sekitar 848 m2.
Pemerintah Kolonial Belanda saat itu sengaja membangun rel kereta api sepanjang 12 km dari Stasiun Besar Kutoarjo ke arah Purworejo, awalnya hanya dibangun rel saja namun seiring perkembangannya yang semakin ramai, pada tanggal 20 Juli 188, Stasiun Purworejo dibuka dan diaktifkan.
Sejak tahun 1901 jalur kereta api Purworejo-Kutoarjo itu pun semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kala itu. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Jateng telah memasukkan Stasiun Purworejo sebagai salah satu cagar budaya di Purworejo, dilindungi oleh negara dengan nomor Inventarisasi : 11-06/PWO/TB/36.
Stasiun Purworejo berada pada ketinggian +63m dpl. Sistem persinyalan stasiun masih memakai sistem sinyal mekanik Alkmar,dan uniknya tidak ada sinyal muka ataupun sinyal masuk,hanya ada sinyal keluar menuju arah Stasiun Kutoarjo. Di Stasiun ini juga mempunyai 2 Spoor,yang dahulunya mempunyai 1 spoor cabang menuju ke Balai Yasa (Werkplaants) milik Staats Spoorwegen (SS ). Stasiun Purworejo saat ini dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia ( Persero) & berada di Daerah Operasi 5 Purwokerto.
Baca juga: “Nopia.. Nopia..,” Oleh-oleh Khas Tak Terlupakan dari Stasiun Purwokerto
Sebelum nantinya diaktifkan kembali, Stasiun Purworejo resmi ditutup pada November 2010. Namun, uniknya sebelum non aktif pada tahun 2010, stasiun ini juga pernah ditutup empat kali. Pertama pada masa penjajahan Jepang, kedua saat peralihan menjadi Djawatan Kereta Api, kemudian tahun 1977 dan sempat dihidupkan tahun 1990-an.