Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, dalam sebuah program di salah satu stasiun TV swasta, mengungkap saat ini pihaknya tengah menyusun proposal The New Garuda Indonesia. Di antara poin-poin penting yang dibocorkan terkait The New Garuda ialah tidak akan lagi mengoperasikan rute-rute sepi pesanan segelintir orang berpengaruh, fokus pada rute-rute domestik, dan efisiensi.
Baca juga: Gunakan Satu Jenis Pesawat, Jadi Jurus AirAsia Tetap Efisien dengan Harga Tiket Terjangkau
Terkait efisiensi dan fokus pada rute domestik, dua kata kunci itu agaknya The New Garuda Indonesia yang digagas Irfan dkk bisa berkaca pada sepak terjang maskapai dunia, semisal Southwest Airlines, Ryanair, easyJet, dan tentu saja AirAsia.
Sudah jadi rahasia umum bahwa maskapai-maskapai di atas berhasil mencapai tingkat efisiensi mengesankan dengan mengoperasikan satu tipe pesawat saja. Southwest Airlines dan Ryanair hanya mengoperasikan satu tipe pesawat Boeing 737. Adapun easyJet dan AirAsia hanya mengoperasikan satu tipe pesawat Airbus A320.
Hanya saja, keempat maskapai itu merupakan maskapai berbiaya hemat atau LCC. Sedangkan Garuda Indonesia merupakan maskapai full service. Namun demikian, mengingat The New Garuda Indonesia akan berfokus pada rute-rute domestik, itu artinya, menurut beberapa pengamat, model bisnis LCC bisa digunakan.
Pada rute-rute domestik, The New Garuda Indonesia menggunakan satu tipe pesawat. Begitu juga dengan rute-rute internasional, juga menggunakan satu tipe pesawat.
Kendati demikian, konsekuensi di balik penggunaan satu tipe pesawat saja pasti ada. Tetapi, untung-rugi mengoperasikan satu tipe pesawat bisa berimbang.
Keuntungannya, tentu efisiensi. Efisiensi bisa didapat dari berbagai lini, seperti biaya spare part, biaya training-sertifikasi pilot dan tim mekanik, fasilitas simulator dan mockup untuk pramugari, sampai diskon seiring tingginya kuantitas pembelian pesawat.
Meski begitu, menurut pengamat, efisiensi bisa maksimal bila menggunakan pesawat-pesawat Airbus ketimbang Boeing. Itu karena pesawat Airbus cenderung lebih universal atau komonalitas.
Jadi, satu keluarga pesawat, misalnya A320, meski ada peningkatan satu sama lain namun tidak jauh berbeda, membuat biaya training serta turunannya lebih murah dan cepat ketimbang Boeing, yang meski pesawatnya berasal dari tipe yang sama, misalnya keluarga B737, namun cenderung banyak perbedaan atau bahkan sangat berbeda.
Untuk kerugian menggunakan satu tipe pesawat, pastinya jangkauan terbatas, terutama jika dihadapkan pada pelayanan rute regional. Tetapi, dalam konteks penerbangan domestik The New Garuda Indonesia, masalah jangkauan terbatas akibat menggunakan satu tipe pesawat tentu tak ada masalah mengingat range-nya masih terjangkau.
Baca juga: Bila Garuda Indonesia Sampai Dipailitkan, Berkaca dari Kasus Sabena dan Swissair
Kerugian lain maskapai hanya menggunakan satu tipe pesawat ialah masalah manajemen. Dalam kasus Boeing 737 MAX, tak ada yang pernah menyangka bahwa jenis pesawat itu di-grounded sampai setahun lebih. Bayangkan bila ketika itu ada maskapai yang hanya mengoperasikan MAX, sudah pasti bisnisnya akan ikut berantakan.
Sudah begitu, ketergantungan terhadap satu produsen pesawat juga tak baik untuk bisnis maskapai itu sendiri.