Penumpang pesawat biasanya merasakan sensasi dari daya dorong mesin saat meluncur di runway untuk lepas landas. Namun, kondisinya tak selalu demikian. Semua tergantung pada hitung-hitungan di atas kertas oleh sang pilot.
Baca juga: Mengenal “Rejected Takeoff,” Pesawat Batal Lepas Landas Saat Ngebut di Runway Gegara Hal Ini
Kita tahu, sebelum mulai memulai penerbangan, pilot dan kopilot biasanya akan bertemu untuk membahas berbagai hal, seperti rute yang dilalui, bahan bakar minimum (bergantung pada jumlah awak, penumpang, kargo, cuaca, dan kemungkinan rintangan selama penerbangan), informasi cuaca, dan informasi bandara tujuan serta bandara yang dilalui sepanjang perjalanan.
Semua ini menjadi kewajiban pilot sebelum memulai penerbangan dan memegang peran vital terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan.
Pilot juga perlu menghitung jarak pendaratan atau landing distance. Proses menentukan ini berdasarkan faktor eksternal tidaklah mudah.
Pada pesawat-pesawat tua, pilot harus menghitung secara manual. Namun, pada pesawat terbaru, seperti Boeing 737 Dreamliner dan Airbus A350, pilot cukup memasukkan angka-angka ke komputer (onboard performance tool) dan rekomendasi pun keluar. Dengan begitu, potensi kesalahan cenderung berkurang dibanding dengan menghitung secara manual.
Dari informasi pra penerbangan, termasuk berat total pesawat ditambah bahan bakar, penumpang dan kargo, serta panjang runway, pilot sudah dibekali dengan kemampuan menghitung berapa kecepatan yang dibutuhkan pesawat untuk bisa lepas landas. Dari sini kemudian diketahui, apakah pesawat perlu melesat dengan kecepatan penuh di runway atau tidak.
Kepada USA Today, Jhon Cox, mengungkapkan, andai pesawat bisa lepas landas di bawah kecepatan maksimum, setidaknya ada beberapa manfaat. Ini juga menjadi alasan mengapa pesawat didorong agar tak sampai mengeluarkan kecepatan penuh untuk lepas landas.
“Kebanyakan lepas landas menggunakan derated thrust (daya dorong di bawah maksimum) untuk menghemat keausan mesin. Untuk setiap lepas landas, kinerja dihitung, pengaturan daya yang diperlukan ditentukan, dan pengaturan daya dorong dibuat. Biasanya, ini di bawah level maksimum yang tersedia, dan dikenal sebagai derated thrust takeoff,” jelasnya.
“Penurunan kecepatan (saat lepas landas) meningkatkan masa pakai dan ketangguhan mesin. Selain menurunkan biaya pengoperasian (mesin), derated thrust takeoff juga mengurangi kemungkinan kerusakan mesin. Semua jet menggunakan beberapa teknik derated atau reduced-thrust takeoff,” tambahnya.
Derated atau reduced-thrust takeoff tentu pada akhirnya membuat tingkat kemungkinan kegagalan mesin pesawat menjadi lebih kecil. Sebaliknya, itu meningkatkan rating keselamatan penerbangan.
Baca juga: Pesawat Taxiing dengan Dua Mesin, Pilot Qatar Airways Terancam di PHK
Meski demikian, pilot tetap memiliki opsi untuk menggunakan kekuatan penuh andai timing menuntunnya pada hal itu. Andai pesawat tak juga mencapai di kecepatan yang dibutuhkan padahal runway sudah hampir habis, tentu opsi membuat pesawat melesat di kecepatan penuh akan diambil atau sebaliknya, membatalkan take off (rejected take off).
Dengan kata lain, alasan pesawat tak selalu mencapai kecepatan maksimum ketika lepas landas, setidaknya ada tiga. Pertama, untuk mengurangi tingkat keausan mesin. Kedua, efisiensi atau menurunkan biaya operasional. Ketiga, mengurangi kemungkinan kegagalan atau kerusakan mesin.