Beberapa hari ke belakang, jagat sosial media dihebohkan dengan rekaman amatir seorang porter yang secara tidak sengaja menginjak bagian celah peron yang akhirnya menyebabkan dirinya terperosok ke jalur yang tengah dilintasi oleh sebuah kereta yang belum sepenuhnya berhenti. Ternyata kejadian nahas tersebut terjadi di Stasiun Jatinegara pada Minggu (3/6/2018) sore. Untungnya, porter yang disinyalir benama Iing tersebut terselamatkan dan hanya kakinya saja yang mengalami luka.
Berkaca dari insiden tersebut, terselip satu pertanyaan yang secara tidak langsung berhubungan, “Mengapa sebuah kereta tidak bisa sekonyong-konyong berhenti ketika si masinis menarik tuas rem?”. Mungkin pertanyaan yang sama sempat menggelayuti benak Anda semua, dan seperti apakah penjelasannya?
KabarPenumpang.com melansir dari laman minnesotasafetycouncil.org, ternyata sebuah kereta memang tidak bisa berhenti secara mendadak atau melencong ketika si masinis ingin menghentikan moda yang ia kendalikan tersebut. Sebut saja kereta barang yang memiliki panjang rangkaian antara satu hingga satu seperempat mil yang berjalan dengan kecepatan 88,6 km per jam membutuhkan jarak henti sekitar satu mil (1,6 km) terhitung setelah sang masinis menarik tuas rem darurat.
Pun dengan sebuah kereta pengangkut penumpang yang membawa serta delapan rangkaian dan melaju dengan kecepatan 129 km per jam juga kira-kira membutuhkan jarak henti sekitar satu mil terhitung setelah masinis menarik tuas rem darurat. Dari sini bisa kita lihat ada sebuah perbandingan yang menyimpulkan satu hipotesa, yaitu jarak henti kereta bergantung pada jumlah muatan yang mereka bawa.
Semakin ringan beban yang dibawa oleh kereta, maka semakin pendek juga jarak henti yang dibutuhkan, walaupun kecepatannya lebih tinggi ketimbang yang membawa muatan berat. Tapi tunggu dulu, tidak hanya itu saja yang menjadi penjelasan mengapa kereta tidak bisa mengaplikasikan sistem rem-berhenti.
Greg Udolph, General Manager dari Texas State Railroad, mengatakan bahwa kondisi medan pun mempengaruhi kinerja rem pada kereta. “Jika trek basah, maka itu lain cerita. Segala sesuatu dapat mempengaruhi itu (kinerja rem kereta). Kereta membutuhkan waktu lama untuk berhenti, terkadang bisa satu mil. Kadang bisa lebih sedikit, kadang bisa lebih dari itu,” paparnya dikutip dari laman mystatesman.com.
Greg menambahkan bahwa kemiringan lintasan pun turut berperan serta dalam upaya menghentikan si ular besi. “Tidak ada aturan khusus tentang itu,” tambahnya. Bahkan, seorang masinis sudah harus bersiap menerima kenyataan terburuk ketika matanya menangkap ada sesuatu yang menghalangi laju si kereta.
Baca Juga: Darman Prasetyo – Masinis Muda Heroik di Tragedi Bintaro 2 Yang Terlupakan
Dengan penjelasan di atas, nampaknya terjawab sudah pertanyaan mengenai Tragedi Bintaro 2 yang menewaskan sang masinis yang namanya diabadikan dalam bentuk monumen di Stasiun Tanah Abang, Darman Prasetyo. Selain itu, guna menghindari tragedi semacam itu terulang kembali, sudah seyogyanya para pengguna jalan menaati semua peraturan yang berlaku, seperti berhenti di belakang pintu palang perlintasan kereta ketika si ular besi hendak melintas.