Seberapa tebal aspal landasan pacu (runway) bandara? Pertanyaan tersebut mungkin pernah terlintas dalam benak kita ketika terlibat dalam penerbangan. Atau, mungkin pertanyaan tersebut juga terbesit tatkala menunggu penerbangan dan melihat langsung bagaimana proses take off serta landing pesawat.
Baca juga: Lampu Runway di Bandara Mati, Pesawat Berhasil Mendarat Berkat Panduan Lampu Mobil
Sekilas, bentuk, warna, dan ketebalannya hampir terlihat sama dengan aspal yang biasa kita lihat di jalan raya. Karenanya, mungkin sebagian dari kita akan menduga bahwa kekuatan aspal runway sama atau bahkan tak lebih kuat dibanding aspal jalan raya; terlebih dengan pertimbangan jalan raya dilalui oleh ribuan bahkan ratusan ribu kendaraan setiap harinya. Namun, tahukah Anda, bahwa aspal runway bandara rupanya hampir 10 kali lipat lebih kuat?
Disarikan KabarPenumpang.com dari Analisa Tebal dan Perpanjangan Landasan Pacu oleh Hastha Yuda Pratama, sebagaimana dimuat media.neliti.com, sebelum terbuat dari beton dan aspal, awalnya, permukaan landasan pacu adalah rumput ataupun tanah yang dipadatkan. Akan tetapi, ketika badan pesawat bertambah besar maka yang lazim digunakan saat ini adalah aspal dan beton. Panjang dan lebarnya pun bervariasi mulai dari 1.000 m hingga 5.000 m lebih.
Sementara ukuran landasan pacu di Indonesia sendiri kurang lebih 3.200 m x 45 m. Dengan ukuran seperti itu, tidaklah cukup untuk didarati pesawat berbadan lebar (widebody) seperti Boeing B747 ataupun Airbus A380. Selain karena faktor panjang, tebal dan kekuatan runway juga menjadi faktor penentu jenis pesawat seperti apa saja yang bisa mendarat.
Saat membangun runway, setidaknya ada tiga model perencanaan yang digunakan untuk menetukan tebal tipis perkerasan, mulai dari metode US Army Corps Enginer, Asphalt Institute, dan Federal Aviation Administration (FAA). Dari ketiga model tersebut, nanti akan diketahui, seberapa tebal perkerasan runway yang dibutuhkan.
Sebagai contoh, sebagaimana dikutip dari sith.itb.ac.id, dari proses pendesainan diketahui Bandara Internasional Kertajati, Majalengka memiliki total tebal perkerasan untuk runway mencapai 127 cm (US Army Corps Enginner). Total tebal runway sendiri berbeda dengan ketebalan taxiway dan apron. Tebal taxiway dan apron bandara tersebut, yakni cross taxiway adalah 70 cm, parallel taxiway adalah 127 cm, dan apron adalah 81,68 cm.
Runway setidaknya dibangun dengan empat pondasi, mulai dari tanah dasar (sub grade), lapisan pondasi bawah (sub base course), lapisan pondasi atas (base course), lapisan permukaan (surface course). Di bagian atas atau permukaan, aspal runway harus berkualitas tinggi, seperti tak bisa ditembus air serta mampu memperbesar daya dukung lapisan terhadap beban roda pendaratan.
Konsep dasar perencanaan perkerasan runway sebetulnya sama dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada perencanaan perkerasan runway dan jalan raya. Ada empat hal yang membedakan perkerasan runway dan jalan raya.
Pertama, Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs, sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.
Kedua, jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi) 1.000-2.000 truk per harinya. Sedangkan ruway direncanakan untuk melayani repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana.
Ketiga, tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan pada runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi. Dari perbedaan pertama, kedua, dan ketiga, bisa dibilang, runway lebih kuat 10 kali lipat dibanding jalan raya.
Terakhir, perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban bekerja pada bagian tengah perkerasan.