Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Aviation Psychology and Applied Human Factors berjudul Flying Solo: A Vignette-Based Examination of General Aviation Pilot Risk Perception and Decision-Making, menunjukkan bahwa pilot pesawat komersial di Inggris pada umumnya menyepelekan stres sebagai risiko. Mereka berdalih bahwa justru dengan tetap terbang dalam keadaan stres bisa membawa berkah karena dengan sendirinya akan hilang ketika melihat pemandangan dari langit.
Baca juga: Mengenal Non-Terrestrial Hostile, Satu Faktor yang Sumbang Tingkat Flying Stress Pada Pilot!
Para peneliti dari Universitas Aberdeen, Skotlandia, mendapat kesimpulan itu setelah mempelajari jawaban-jawaban dari 101 pilot yang juga sebagai responden. Metode penelitiannya simpel, mereka diminta untuk menjawab 12 skenario keputusan untuk lanjut atau tidak ketika diilustrasikan mendapat halangan dan rintangan sebelum terbang.
Ke-12 skenario tersebut tentu bukan asal dibuat melainkan didasarkan pada laporan kecelakaan dan insiden, serta rekomendasi keselamatan dari berbagai organisasi penerbangan.
Di antara 12 skenario tersebut, salah satunya ialah terkait dengan cuaca buruk. Mayoritas dari pilot yang memiliki penyakit dan tidak didukung dengan kondisi pesawat, maka cuaca buruk cenderung menjadi alasan mereka untuk tidak jadi menerbangkan pesawat. Pun sebaliknya, bagi pilot yang merasa fit, tidak mempunyai penyakit, serta didukung kondisi prima pesawat, mereka cenderung memutuskan lanjut terbang.
Sebagian dari responden juga mengungkapkan bahwa mereka akan mengecek radar dan ramalan cuaca agar bisa merencanakan rute aman sebelum lepas landas.
“Pilot penerbangan umum mempertimbangkan risiko yang terkait dengan keputusan lepas landas dengan hati-hati, dan sering melaporkan strategi mitigasi risiko (seperti mengubah rute yang direncanakan untuk menghindari cuaca buruk) yang memungkinkan mereka mengelola risiko untuk terbang,” kata salah satu peneliti, Amy L. Irwin, seperti dikutip dari PsyPost.
Sayangnya, di antara berbagai risiko untuk menerbangkan pesawat dengan aman, banyak responden menyepelekan risiko stres sebagai item dalam membuat rencana penerbangan. Umumnya, mereka berpendapat bahwa stres bisa dikelola dengan cara tetap menerbangkan pesawat sampai hilang dengan sendirinya setelah melihat pemandangan maha indah di langit.
“Saya menemukan stres terbang sangat berbeda dengan stres di tempat kerja, (terbang) hampir menghilangkan jenis stres yang berbeda,” kata seorang pilot kepada para peneliti.
Padahal, stres sudah sangat jelas adalah bagian dari risiko penerbangan. Sebab, ketika pilot menerbangkan dalam kondisi stres, kesalahan amat melekat padanya. Sekalipun tak melulu kesalahan fatal. Belum lagi, beberapa kondisi di penerbangan dapat menyebabkan pilot mengalami apa yang disebut flying stress, yang merupakan stress khusus atau ketegangan dalam penerbangan (jika diartikan dari sudut pandang ilmu psikiatrik penerbangan).
Baca juga: Kenali Flying Stress, Situasi yang Bisa Buyarkan Konsentrasi Penerbang
Tahan atau tidaknya seseorang dalam menghadapi stress memang tergantung pada ketahanan si pribadi itu sendiri dan sejumlah variabel yang mempengaruhinya – terutama integritas kepribadian dan motivasi.
Mengutip dari buku karangan Djarot S. Hindrayanto dan Wahjadi D. yang berjudul “Otopsi Psikologi Pada Kecelakaan Pesawat Udara yang diterbitkan pada tahun 2008 silam, gangguan stress ini dapat menimbulkan anxietas (kegelisahan) yang berlebih dan ini dapat menurunkan daya tahan terhadap stress itu sendiri, baik dalam derajat maupun durasinya.