Kepadatan kereta komuter di jam sibuk ibarat mimpi buruk bagi penumpang. Selain butuh usaha keras untuk mendapat sedikit celah agar bisa terangkut di gerbong super padat, penumpang juga butuh stamina untuk survive hingga tujuan. Berangkat dari kasus klasik khas kota metropolitan, jaringan Tokyo Metro belum lama ini tengah menguji fitur baru yang bisa membuat sedikit lega para pengguna jasa komuter.
Dikutip dari Soranews24.com (29/9/2022), Tokyo Metro Tokyo Metro menambahkan tampilan pada platform stasiun bawah tanah yang menunjukkan di mana bagian-bagian yang paling tidak ramai dari kereta berikutnya yang akan tiba di stasiun. Program ini masih dalam tahap uji coba, dan dipercaya dapat membantu para penumpang komuter Tokyo beralih dari perjalanan padat yang terkenal “gila” menjadi perjalanan yang padat “manusiawi”.
Meski pada jam sibuk kereya bawah tanah Tokyo akan selalu padat, namun, tidak semua gerbong akan sama sesaknya. Akan lebih nyaman bagi semua orang untuk menyebar sebanyak mungkin di rangkaian kereta, menghasilkan distribusi orang yang merata di antara gerbong.
Tentu, ada lebih dari itu. Beberapa orang mungkin ingin naik gerbong tertentu karena ketika kereta berhenti di tempat tujuan, gerbong itu adalah yang paling dekat dengan pintu keluar yang mereka tuju.
Jadi kika Anda berdiri di peron menunggu kereta api, idealnya Anda ingin tahu di mana gerbong yang paling sepi, sehingga Anda bisa naik kereta di sana. Sejumlah stasiun Tokyo Metro sekarang memiliki gerbang platform otomatis dengan layar tampilan video di atasnya. Yang perlu dilakukan Tokyo Metro saat ini menggunakan layar itu untuk menunjukkan seberapa ramai setiap gerbong di kereta berikutnya, sehingga orang yang akan naik dapat memilih yang paling sepi.
Layar menggunakan skala kode warna empat tingkat, dimulai dengan biru (gerbong yang memiliki kursi kosong) dan berlanjut ke hijau (gerbong tidak ada kursi kosong, tetapi relatif tidak ramai), oranye (hanya berdiri, bahu akan bersentuhan dengan orang lain), dan merah (kondisi gerbon sangat ramai).
Untuk menjalankan solusi tersebut, Tokyo Metro menggunakan depth-sensing camera yang dipasang di platform untuk melakukan pemeriksaan visual kereta dan memasukkan informasi itu ke program kecerdasan buatan, yang akan menghitung peringkat kepadatan dan meneruskan hasilnya ke tampilan di stasiun berikutnya. Lain dari itu, Tokyo Metro juga akan menggunakan tanggapan survei penumpang untuk membantu penyesuaian fitur baru ini.
Baca juga: Perkenalkan Oshiya, “Tukang Dorong” Penumpang Kereta Komuter di Jepang
Dengan pola trafik penumpang yang kurang lebih sama antara Jakarta dan Tokyo, maka idealnya pihak operator PT. Kereta Commuter Indonesia dapat mempertimbangkan hadirnya jenis fitur ini untuk paling tidak dihadirkan pada stasiun-stasiun utama yang melayani komuter KRL Jabodetabek.