Sedikit bercerita ke belakang, tepatnya pada 13 Februari 2017 silam, sebanyak 2.515 penumpang terdampar di atas kapal pesiar Royal Carribean’s Emperor of the Seas. Insiden ini terjadi akibat kurang jelinya para awak kapal tersebut dalam melakukan final checking sebelum kapal tersebut melaut. Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh pihak Royal Caribbean, mereka mengatakan masalah teknis yang dihadapi berhubungan dengan keselamatan penumpang, termasuk jaket keselamatan (life jacket) yang sudah tidak layak pakai karena termakan usia.
Baca Juga: Mengenal Inflatable Liferaft, Sosok Tabung Berwarna Putih di Geladak Kapal
Dilansir KabarPenumpang.com dari telegraph.co.uk (15/2/2017), Coast Petty Officer 3rd Class, Ryan Dickinson mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan inspeksi terkait keselamatan penumpang dan menemukan masalah tersebut. “Kapal tersebut tidak lolos uji keselamatan penumpang,” terangnya sebagimana yang ia ungkapkan pula kepada situs berita lokal, Florida Today. Lebih lanjut, Ryan mengatakan kapal tersebut tidak memiliki masalah lain pada bagian mesin, lambung kapal, dan bagian teknis lainnya.
“Untuk kelas kapal pesiar, jarang sekali ditemukan ada kapal yang tidak lolos uji keselamatan yang diakibatkan oleh alat keselamatan penumpang yang tidak mumpuni, karena setiap moda transportasi bertanggung jawab atas semua keselamatan para penumpangnya,” tambah Ryan dilansir dari sumber yang sama. Akibat insiden keterlambatan pemberangkatan tersebut, tidak sedikit penumpang yang memilih untuk mengambil sisi positif dari sekian banyaknya respon negatif yang pihak Royal Caribbean terima. Sebagai rasa tanggung jawab, pihak pelayaran Royal Caribbean menawarkan pengembalian dana sebesar 25 persen dari tarif kapal, ditambah dengan potongan 25 persen untuk perjalanan berikutnya.
Tentu kejadian seperti ini membuat iri para pengguna kapal penyeberangan di Indonesia yang masih mendapatkan perlakuan ala kadarnya dalam keselamatan di perjalanan. Layaknya moda transportasi lain, ada banyak bahaya yang mengancam selama Anda bepergian, dari mulai faktor cuaca hingga human error. Ketersediaan alat keselamatan seperti life jacket di kapal penyebrangan tentu saja menjadi satu poin penting yang menunjukkan penyebrangan tersebut memenuhi standar pelayaran atau tidak.
Baca Juga: Spesifikasi KMP Port Link, Kapal Ferry Teranyar dan Terbesar
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, bahwasanya setiap penyedia jasa transportasi angkutan laut wajib untuk menyediakan peralatan keselamatan bagi pengemudi dan penumpang, jika operasionalnya tidak ingin dihentikan. Bukan lagi sekedar himbauan, namun Dishub pun nampak geram dengan penyedia jasa transportasi laut yang seolah tidak mengindahkan himbauan tersebut.
Berbicara mengenai alat keselamatan yang ada di moda penumpang, khususnya angkutan laut, tentu Anda masih ingat dengan kejadian terbakarnya KM Zahro Express yang terbakar di perairan Jakarta pada Minggu (1/1/2017). Kejadian yang terjadi beberapa jam setelah perayaan Tahun Baru tersebut mengundang banyak respon, salah satunya adalah dari Darmaningtyas, seorang pengamat transportasi dan juga merupakan anggota Masyarakat Transportasi Indonesia yang mengatakan kecelakaan kapal yang terjadi selama ini merupakan bentuk kurang perhatiannya pemerintah terhadap transportasi maritim.
Lebih lanjut, ia mengomentari kinerja awak kapal yang tidak melakukan pengecekan secara menyeluruh. “Yang sering terjadi dan yang saya kira juga terjadi di kapal Zahro ini kan jumlah pelampung itu tidak sebanding dengan jumlah penumpang. Itu bukti tidak ada kontrol. Syahbandar tidak melakukan pengecekan berapa jumlah pelampung, berfungsi tidak, bagaimana emergency exit-nya, saya kira itu tidak pernah dikontrol,” ungkap Darmaningtyas dilansir dari sumber lain.
Baca Juga: Tampomas II, Ingatkan Tragedi di Perairan Masalembo
Dari dua contoh kasus di atas, ini merupakan ironi bagi Tanah Air khususnya untuk moda laut yang seolah dianaktirikan oleh pemerintah, tidak seperti yang terjadi pada Royal Caribbean yang langsung mendapat tindakan tegas ketika moda tersebut terbukti tidak memenuhi kriteria penyebrangan yang sesuai standar. Jadi, mau sampai kapan moda laut Indonesia seperti ini?