Meski Amerika Serikat dan Rusia tidak berperang secara langsung, namun buntut dari konflik yang terjadi di Ukraina, telah menciptakan proxy war yang melibatkan entitas sipil, yang menyerang ke berbagai situs dan fasilitas non militer. Sebut saja yang terbaru adalah kabar peretasan yang menimpa situs (website) bandara di AS yang mendapatkan DDoS attack yang diduga dilakukan hacker pro Rusia.
Baca juga: Pengakuan Seorang Hacker: Bisa Jatuhkan Pesawat Penumpang dari Kamar Tidur
Dikutip dari bleepingcomputer.com (10/10/2022), disebutkan bahwa kelompok peretas pro-Rusia ‘KillNet’ mengklaim serangan DDoS skala besar terhadap situs web beberapa bandara besar di AS, membuat situs mereka tidak dapat diakses.
DDoS attack atau Distributed Denial of Service merupakan serangan cyber dengan cara mengirimkan fake traffic atau lalu lintas palsu ke suatu sistem atau server secara terus menerus. Dampaknya, server tersebut tidak dapat mengatur seluruh traffic sehingga menyebabkan down.
Serangan DDoS telah membanjiri server yang menampung situs-situs ini dengan permintaan sampah, sehingga tidak memungkinkan bagi pelancong atau pengguna jasa penerbangan untuk terhubung dan mendapatkan pembaruan (update) tentang penerbangan terjadwal mereka atau memesan layanan bandara.
Contoh penting dari situs web bandara yang saat ini tidak tersedia termasuk Bandara Internasional Hartsfield-Jackson Atlanta (ATL), salah satu pusat lalu lintas udara yang lebih besar di negara itu, dan Bandara Internasional Los Angeles (LAX), yang terkadang offline atau sangat lambat untuk merespons.
Para peretas menggunakan perangkat lunak khusus untuk menghasilkan permintaan palsu dan lalu lintas sampah yang diarahkan ke target dengan tujuan menghabiskan sumber daya server dan membuatnya tidak bisa diakses oleh pengguna jasa bandara.
Dalam hal ini, serangan DDoS tidak berdampak pada penerbangan, tetapi masih memiliki efek buruk pada fungsi sektor ekonomi penting, mengancam untuk mengganggu atau menunda layanan terkait.
KillNet sebelumnya menargetkan negara-negara yang berpihak pada Ukraina, seperti Rumania dan Italia, sementara”sub-group” Legiun menyerang entitas kunci Norwegia dan Lithuania karena alasan yang sama.
Ketika perang di Ukraina telah memasuki fase baru, para pelaku ancaman dan peretas pro Rusia mencoba untuk meningkatkan serangan siber pembalasan mereka terhadap organisasi saraf di dunia barat.
AS, sebagai pemimpin de-facto NATO, yang merupakan saingan militer utama Rusia, telah memasok Ukraina dengan intelijen dan peralatan sejak awal perang, tetapi serangan DDoS sejauh ini tampaknya difokuskan pada target Uni Eropa, terutama setelah pengumuman sejumlah sanksi.