Moda transportasi berbasis massal Ibukota, TransJakarta terbukti ampuh dalam mengurangi volume kendaraan di Jakarta. Dengan berkurangnya jumlah kendaraan pribadi, maka polusi udara pun senantiasa berkurang secara simultan. Tidak hanya itu, moda transportasi yang masuk ke dalam jenis Bus Rapid Transit (BRT) ini juga ternyata mendapat panutan dari berbagai negara di Asia Tenggara, salah satunya adalah Malaysia.
Baca Juga: Di Malaysia, Jalur MRT Ini Justru Sepi Peminat
Sebagaimana yang dikutip KabarPenumpang.com dari laman scmp.com, kembali ke awal tahun 2000, dimana Gubernur DKI Jakarta kala itu, Sutiyoso meninjau sistem BRT di Bogota dan terpesona dengan sistem transportasi tersebut. Setelah melakukan pembangunan jalur pertama sepanjang 12,9km di Sudirman – Thamrin dan menghabiskan dana sekira USD$29 juta atau yang setara dengan Rp421,2 miliar, sistem transportasi ini terus mengalami perkembangan hingga saat ini.
PT Transportasi Jakarta selaku operator dari sistem BRT Jakarta kini melayani 13 Koridor dan tengah merencanakan tambahan 2 koridor lagi dalam waktu dekat. Cukup dengan membayar Rp3.500 saja, maka Anda sudah bisa berkeliling Jakarta.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga kita, Malaysia, sistem transportasi Indonesia bisa dibilang masih menang dari sejumlah aspek. Pertama dari biaya pembangunannya, MRT Kuala Lumpur menelan dana hingga USD$4,7 miliar atau yang setara dengan Rp68,2 triliun. Sebuah perbedaan yang sangat mencolok dari segi biaya pembangunan.
Lalu faktor kedua adalah dari daya angkut moda yang pada tahun 2017 kemarin, hanya menyentuh angka 132.000 penumpang per hari, sedangkan TransJakarta mampu mengangkut 650.000 komuter setiap harinya.
Dan faktor terakhir yang semakin memantapkan posisi TransJakarta adalah biaya yang dikenakan terhadap penumpang. Seperti yang sudah disebutkan di atas, TransJakarta hanya mengenakan tarif sebesar Rp3.500. Sedangkan MRT Kuala Lumpur mengenakan bea sebesar USD$1,5 atau berkisar Rp22.000 untuk sekali perjalanan.
Baca Juga: MRT Malaysia Butuhkan 250.000 Penumpang per Hari Agar Bisa Tembus Break Even Point
Dengan kemenangan telak TransJakarta dari MRT Kuala Lumpur, itu menandakan bahwa untuk membangun sebuah sistem transportasi baru, tidaklah harus melulu mahal. Terlebih ketika pengelolaan dan rencana yang sekiranya akan diberlakukan terhadap operasional moda tersebut tidaklah tepat. Ini terlihat dari jumlah pertumbuhan penumpang yang terjadi di antara kedua moda ini, dimana pertumbuhan penumpang MRT Kuala Lumpur masih stagnan – di angka 10 persen, sama seperti pada tahun 2010 silam.