Perkembangan teknologi di sektor transportasi kini semakin berkembang pesat – dimana salah satu turning point yang paling mudah dilihat adalah hadirnya moda nirawak. Dalam menyingkapi itu semua, East Japan Railway Co. (JR East) kini tengah mempertimbangkan tentang kehadiran kereta nirawak yang nantinya akan mengular di Tohoku Shinkansen Line, Yamanote Line, dan beberapa jalur lainnya.
Baca Juga: Pangkas Waktu 1 Menit, Proyek JR East Rute Ueno – Omiya Tuai Kontroversi
Adapun tujuan dari JR East dalam menghadirkan moda nirawak ini, dikutip KabarPenumpang.com dari laman the-japan-news.com (13/8/2018), adalah untuk meminimalisir kesalahan teknis yang kerap kali dilakukan oleh manusia dan sebagai langkah untuk menanggulangi banyaknya kondektur dan masinis yang akan pensiun di masa depan. Menurut data yang dimiliki oleh JR East, jumlah pekerja mereka yang berusia 55 tahun ke atas berjumlah seperempat dari keseluruhan pekerja mereka pada April 2017.
Guna melancarkan rencana tersebut, JR East telah membentuk satu tim khusus yang akan mempercepat pengembangan teknologi mutakhir tersebut.
Hampir sama halnya seperti yang dilakukan oleh PT MRT Jakarta (MRTJ), nantinya armada nirawak JR East ini akan berjalan secara otomatis tanpa kehadiran masinis onboard. Pengoperasiannya pun akan dibagi ke dalam dua tahap – dimana pada tahap pertama, akan ada kondektur yang berjaga di dalam rangkaian alih-alih terjadi situasi darurat yang harus diselesaikan oleh tenaga manusia. Dan pada tahap selanjutnya, JR East akan sepenuhnya mengemudikan kereta ini secara otomatis (unmanned self-driving).
Nah, guna menunjang pengoperasian dari kereta nirawak ini, diperlukan berbagai penambahan untuk menunjang keamanan dan keselamatan. Seperti halnya meninggikan jalur guna menghindari perlintasan sebidang dan membangun penghalang platform dari lantai ke langit-langit di semua stasiun.
Baca Juga: Tingkatkan Keamanan Penumpang Kereta, JR East Akselerasi Instalasi Kamera Pengawas
Hambatan tidak berhenti sampai di situ. JR East juga harus mengembangkan sistem pendeteksi rintangan di lintasan dengan tingkat presisi yang sangat tinggi dan menerapkan sensor pendeteksi bau dan suara yang hingga saat ini masih dikerjakan oleh tenaga manusia.
Pun dengan masalah regulasi, dimana Land, Infrastructure, Transport and Tourism Ministry mengemukakan bahwa diperlukan peninjauan lebih detail terhadap tata cara, fasilitas, dan gambaran pengoperasian kelak, “yang dilandaskan pada Undang-Undang Perkeretaapian Jepang.”