Setelah pada pemberitaan sebelumnya disebutkan bahwa pihak Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air telah sepakat untuk rujuk selama tiga bulan ke depan, kini pemberitaan terbaru menyebutkan yang sebaliknya. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa hubungan kedua maskapai ini sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Tentu saja pernyataan dari Menteri Luhut ini sempat membuat publik tercengang, pasalnya Luhut pula yang menjadi mediator dari kedua maskapai ketika minggu lalu pihak Sriwijaya Air tidak melayani operasi penerbangan.
Baca Juga: Damai! Sriwijaya Rujuk Dengan Garuda Untuk Tiga Bulan ke Depan
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman kumparan.com (11/11), Menteri Luhut bilang mengatakan bahwa dengan berakhirnya kerja sama bisnis kedua perusahaan ini maka persoalan masing-masing maskapai akan diurus secara internal masing-masing perusahaan. Seperti persoalan Sriwijaya Air misalnya yang memiliki utang di beberapa perusahaan BUMN.
“Udah pisah sekarang. Udah my understanding ya,” ujar Luhut, Senin (11/11).
“Sriwijaya (Air Group) dia split ya sudah enggak apa-apa ya nanti Sriwijaya Air Group punya utang-utang segala macam ya dia settle aja,” tandasnya.
Terkait mengenai kelanjutan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kepada Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group, Menteri Luhut belum mendapat laporan terakhir. Artinya belum ada kepastian apakah audit akan terus berjalan ataukah sudah secara otomatis berhenti.
Pada kesempatan sebelumnya, tepatnya pada Jumat (8/11), VP Corporate Secretary Garuda Indonesia mengatakan bahwa Sriwijaya Air Group sudah dikeluarkan dari member Garuda Indonesia Group. Padahal, sehari sebelumnya (7/11), kedua maskapai telah menyepakati perpanjangan Kerja Sama Manajemen (KSM) selama tiga bulan ke depan.
Pada mulanya, Ikhsan menambahkan, masuknya Garuda Indonesia Group dalam KSM dengan pihak Sriwijaya Air ini dilakukan untuk mengamankan aset dan piutang negara pada Sriwijaya Air. Namun niatan Garuda Indonesia Group ini dinilai terlalu berlebihan oleh pihak Sriwijaya Air.
Melalui salah satu pemegang saham di tubuh Sriwijaya Air, Yusril Izha Mahendra mengatakan, “Pihak Sriwijaya merasa dominasi Garuda terlalu jauh intervensinya kepada Sriwijaya sehingga menurut persepsi Sriwijaya, maksud kerja sama ini sebenarnya untuk meningkatkan kapabilitas Sriwijaya untuk bisa membayar utangnya kepada beberapa BUMN dan di sini jadi dispute sebenarnya,”
“Menurut kalangan Sriwijaya ini malah tidak efisien. Mereka me-manage Sriwijaya ini misalnya yang dulu, maintenance dikerjakan sendiri oleh Sriwijaya sekarang malah ditangani oleh GMF. Dan itu dengan cost yang jauh lebih mahal,” sambung Yusril.
Ya, menurut Yusril, KSM yang terjalin antara pihak Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air ini malah semakin membengkakkan hutang Sriwijaya Air karena biaya maintenance yang dilakukan oleh Garuda Indonesia di Garuda Maintenance Facility Aeroasia (GMF) dinilai terlalu mahal.