Dunia perkeretaapian memang selalu punya sisi yang menarik untuk dibahas. Khususnya di dalam negeri, pembahasan menarik tidak melulu berkutat pada perubahan signifikan yang terjadi pada layanan yang digawangi oleh PT KAI saja, melainkan faktor penunjang pengoperasiannya pun memiliki nilai estetika sendiri untuk diperbincangkan. Mari tinggalkan si ular besi untuk sementara waktu dan beralih pada infrastruktur pelengkap yang ada di dalamnya.
Baca Juga: Sering Terlupakan, Tactile Paving Penting Sebagai “Pemandu” Kaum Difabel
Jika diperhatikan, setiap stasiun memiliki sebuah plang yang bertuliskan nama stasiun, lengkap dengan susunan angka yang tertulis pada media yang sama. Mungkin sebagian dari Anda bertanya-tanya, “Apa sih makna dari angka-angka tersebut?”. Tidak menutup kemungkinan, beberapa dari Anda akan menerka bahwa angka-angka tersebut merupakan luas bangunan si stasiun, atau akumulasi lebar rel yang ada di stasiun tersebut.
Sayangnya, semua tebakan di atas tidak sesuai dengan makna sesungguhnya dari angka-angka tersebut. Sebagaimana yang dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber, makna tersirat dari penomoran tersebut adalah menunjukkan ketinggian stasiun dari permukaan laut. Ambil contoh Stasiun Bandung ±709, itu menandakan bahwa stasiun yang berlokasi di pusat kota tersebut berada di ketinggian kurang lebih 709 meter di atas permukaan laut (mdpl). Contoh lain adalah Stasiun Surabaya Gubeng +5M yang menandakan bahwa stasiun tersebut berada di ketinggian 5 mdpl, dan seterusnya.
Simbol yang berada di depan angka juga beragam, ada (+) yang menandakan di atas permukaan laut, (-) yang menandakan di bawah permukaan laut, ada juga (±) yang menandakan kisaran atau kurang lebih.
Baca Juga: Apa Arti Nomor di Ujung Landas Pacu, Cari Tahu di Sini!
Hadirnya angka-angka tersebut tidak hanya menandakan ketinggian stasiun, melainkan juga untuk menginformasikan masinis, apakah jalur yang ia lewati tersebut cenderung menanjak atau menurun. Salah satu laman sumber, TribunSolo.com, menyebutkan bahwa rambu tersebut juga bisa membantu masinis untuk menentukan penggunaan lokomotif yang sesuai dan juga muatan yang tepat.
Apabila ketinggian hanya berkisar angka minim, maka lokomotif yang digunakan bukanlah lokomotif bertransmisi elektrik, dikarenakan loko jenis ini mudah mengalami korsleting. Sedangkan jika angka penanda tersebut cukup tinggi, maka lokomotif yang digunakan juga harus disesuaikan kapasitasnya yaitu yang kuat di tanjakan. Biasanya, alat yang digunakan untuk mengukur ketinggian sebuah stasiun adalah teodolit atau sekstan.