Monday, November 25, 2024
HomeHot NewsSejarah Panjang, 50 Tahun Boeing 747 Bersama Qantas

Sejarah Panjang, 50 Tahun Boeing 747 Bersama Qantas

Belum lama ini, flag carrier nasional Australia, Qantas, dikabarkan sukses mengirimkan armada Boeing 747-400 kedua terakhir ke kuburan pesawat di Gurun Mojave, Southern California, AS. Dengan begitu, praktis, Qantas hanya menyisakan satu pesawat Queen of the Skies (julukan Boeing 747) di barisan armadanya.

Baca juga: Sambut New Normal, Qantas Malah Grounded 100 Pesawat dan PHK 6 Ribu Karyawan! 11 Ribu Lainnya Nyusul

Meskipun perusahaan menyebut hal itu (dikirimnya 747 ke Mojave) dilakukan untuk sementara waktu, namun, tetap saja, melihat kondisi dan kebutuhan, banyak pihak menduga Mojave mungkin akan jadi tempat peristirahatan terakhir bagi armada Boeing 747 terakhir kedua Qantas itu.

Dirunut agak ke belakang, sebetulnya, indikasi Qantas ingin mengistirahtkan Queen of the Skies secara permanen sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu. Salah satu indikasi terkuat, maskapai yang memiliki nama panjang Queensland and Northern Territory Aerial Services (Qantas) tersebut sudah mulai menurunkan peredaran 747 ke radar Eropa. Sebagai gantinya, A380 dan 787-9 dikerahkan untuk mengisi pos tersebut (rute Eropa).

Dirunut lebih ke belakang lagi, indikasi Qantas untuk mengistirahkan Boeing 747 sepertinya memang tinggal menunggu momen. Sebab, sejak pertama kali berdiri pada 16 November 1920 silam, setidaknya maskapai dengan slogan “The world’s most experienced airline” ini telah memasukan 65 jet 747 ke dalam barisan armadanya.

Simple Flying mencatat, kolaborasi Qantas dan Boeing 747 mulai terjalin apik untuk pertama kali sejak Oktober 1971. Kala itu, maskapai yang berbasis di Mascot, Sydney, Australia ini memesan empat 747 dengan mahar sebesar US$85 juta, angka yang cukup besar di masa itu. Keempat pesawat dengan kode pabrik VH-EBC, VH-EBD, VH-EBE, dan VH-EBF -yang pengirimannya rampung dua tahun berselang- langsung menjadi andalan Qantas untuk rute-rute transpasifik, khususnya rute Singapura-Mumbai-Bahrain-London.

Sukses dengan empat pesawat, Qantas pun semakin bernafsu mengekspansi dunia dengan menambah puluhan armada 747. Ekspansi Qantas bersama Boeing 747 pun juga diikuti dengan inovasi kuliner on board, mulai dari lobster, daging sapi panggang langka, hingga Pavlova (makanan penutup berbasis meringue khas Rusia).

Selain dikerahkan dalam urusan komersial, 747 Qantas juga biasa dilibatkan dalam urusan kemanusiaan, seperti menjemput 674 penumpang setelah Topan Tracy menghancurkan kota pada Malam Natal, hingga yang terbaru, melakukan penerbangan repatriasi warga Australia akibat lockdown negara-negara di dunia.

18 tahun kemudian, Boeing 747-400 pertama bergabung dalam barisan armada Qantas. Setelah lebih dari 30 tahun mengabdi, jaringan 747 Qantas di Eropa lambat laun berkurang drastis, seperti Roma, Athena, Amsterdam, Paris, Frankfurt, bahkan rute gemuk Qantas London dan Manchester.

Boeing 747-400 Qantas dikabarkan menjalani penerbangan transpasifik (Sydney-San Fransisco, jaringan internasional Qantas yang sudah terjalin sampai 50 tahun) terakhir pada akhir Desember tahun lalu dan memulai kehidupan pada rute short haul point-to-point.

Qantas nampaknya lebih mengandalkan beberapa pesawat twin engine long haul terbaru serta Boeing 787-9 Dreamliner sebagai salah satu langkah strategis perusahaan di masa mendatang, salah satunya dalam “Project Sunrise”.

Sebagaimana yang sudah umum diketahui, pada pekan ketiga bulan Oktober tahun lalu, Qantas mulai menguji coba penerbangan Project Sunrise yang menghubungkan Sydney dengan New York. Dengan terpaut jarak sejauh 16.200 km ini, penerbangan transpasifik itu ditempuh dalam waktu 19 jam 16 menit dengan menggunakan Boeing 787-9 Dreamliner.

Baca juga: 3 Desember 2019, Boeing 747-400 Qantas Lakukan Penerbangan Trans Pasifik Terakhir

Penerbangan tersebut pun mematahkan rekor penerbangan langsung terjauh di dunia yang sebelumnya dipegang oleh Singapore Airlines, dengan total durasi perjalanan kurang lebih 18 jam, menghubungkan Newark Liberty International Airport (EWR) New York dan Singapore Changi Airport (SIN).

Selain menghubungkan Sydney dengan New York, Project Sunrise juga akan menghubungkan Melbourne dan Sydney, Australia dengan New York, Amerika Serikat dan London, Inggris.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru