Pesawat dari empat maskapai domestik – Citilink, Super Air Jet, Batik Air, dan Lion Air- kompak melakukan return to base (RTB) dan divert landing setelah gagal mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali pada Minggu, 5 Desember lalu. Meski mendesak, RTB atau kembali ke bandara keberangkatan tidak bisa serta merta dilakukan. Ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi sebelum pilot memutuskan RTB.
Baca juga: Landing atau Divert? Inilah Delapan Cara Pilot Terbang dengan Aman
Sebelum sebuah penerbangan dijalankan, pilot dan kopilot terlebih dahulu bertemu dan membahas berbagai hal, seperti rute yang dilalui, bahan bakar minimum (bergantung pada jumlah awak, penumpang, kargo, cuaca, dan kemungkinan rintangan selama penerbangan), karakteristik runway, angin, jarak dari bandara keberangkatan ke bandara tujuan, informasi cuaca, dan informasi bandara tujuan serta bandara yang dilalui sepanjang perjalanan.
Semua ini menjadi kewajiban pilot sebelum memulai penerbangan dan memegang peran vital terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan.
Karenanya, saat sebuah penerbangan oleh maskapai siap dijalankan, segalanya sudah sesuai perhitungan. Maka dari itu, ketika pilot memutuskan divert landing atau pengalihan pendaratan dan RTB, perhitungan yang tadinya dipersiapkan untuk sampai ke bandara tujuan harus disesuaikan dengan perhitungan untuk kembali ke bandara keberangkatan.
Baca juga: Empat Faktor Eksternal Penyebab Kecelakaan Pesawat Saat Take Off dan Landing
Menurut seorang pilot maskapai dalam negeri, Himanda Amrullah, ada dua faktor sebuah penerbangan melakukan RTB, teknis dan non teknis.
“Faktor teknis umumnya terjadi karena adanya gangguan pada sistem pesawat seperti mesin, struktur atau mekanisme teknis operasional pesawat yang menyebabkan kemampuan (capability) pesawat dalam melakukan penerbangan berkurang hingga di bawah 50 persen,” jelasnya.
Lebih lanjut, menurutnya, ada sedikitnya empat syarat pilot dalam sebuah penerbangan boleh melakukan RTB. Syarat pertama, jarak pesawat dengan bandara awal kurang dari satu jam. Andai lebih dari satu jam pun, bukan berarti pesawat dipaksa melanjutkan sampai ke bandara tujuan. Tetapi, pesawat secara SOP diarahkan mendarat di bandara terdekat atau biasa disebut divert landing.
Baca juga: Mengapa Pesawat Buang Bahan Bakar Saat di Udara? Simak Penjelasannya
Hal ini (divert landing) ke bandara terdekat, pun sudah dipersiapkan pilot karena, sebagaimana disebutkan di awal, pilot dan kopilot sudah membahas sebelum penerbangan dijalankan terkait bandara mana saja yang dilalui sepanjang perjalanan ke bandara tujuan.
Syarat kedua pilot memutuskan RTB adalah cuaca di bandara awal memenuhi syarat pendaratan, termasuk kondisi runway, apakah ketinggian genangan airnya (jika dalam kondisi hujan deras) masih di bawah ambang batas maksimal yang ditetapkan ICAO atau tidak dan lain sebagainya.
Syarat ketiga adalah terkait bobot pesawat. Dalam sebuah penerbangan, pesawat dipersiapkan untuk kondisi terburuk, dalam hal ini terkait bahan bakar. Misalnya, penerbangan Jakarta – Bali membutuhkan 10 liter Avtur. Realisasinya bisa jauh di atas itu untuk jaga-jaga.
Baca juga: Berapa Banyak Bahan Bakar yang Dibutuhkan Pesawat untuk Sekali Terbang?
Saat pilot memutuskan RTB, itu berarti bobot pesawat besar kemungkin masih di atas ambang batas yang telah ditentukan. Karena itu, pesawat biasanya melakukan ritual ‘kencing’ di udara atau membuang bahan bakar (Avtur) di atas ketinggian 2.000 kaki.
Adapun syarat keempat atau terakhir sebelum memutuskan RTB, pilot harus berkoordinasi dengan ATC, kru kabin, dan perusahaan serta staf darat di bandara.