Terlepas dari berbagai krisis yang terjadi di tubuh Garuda Indonesia saat ini, maskapai nasional Indonesia itu pernah mencapai masa-masa kejayaan atau keemasan pada 70-80an. Definisi kejayaan di sini mungkin variabel cukup banyak, salah satunya ialah rute-rute internasional yang diterbangi.
Baca juga: DC-10 30, Kenangan Pesawat Trijet Jarak Jauh di Era Keemasan Garuda Indonesia
Di tahun-tahun tersebut, Garuda Indonesia pernah terbang ke banyak negara di Asia, Timur Tengah, Australia, Amerika, dan Eropa.
Terkait Eropa, mungkin tidak banyak yang mengingat bahwa flag carrier Indonesia ini pernah terbang ke banyak negara di Benua Biru, jauh sekali dibanding era maskapai belakangan ini yang terbatas hanya di Amsterdam saja.
Dikutip dari routeonline.com, pada tahun 1972, Garuda Indonesia tercatat pernah terbang ke Roma (Italia), Athena (Yunani), Frankfurt (Jerman), Amsterdam (Belanda), sampai Paris Le Bourget (Perancis).
Rutenya sendiri meliputi Jakarta – Singapore – Bangkok – Karachi – Rome – Paris Le Bourget – Amsterdam – Frankfurt – Rome – Athens – Bombay – Bangkok – Singapore – Jakarta selama sepekan sekali.
Ketika itu, perusahaan yang dipimpin oleh Direktur Utama Wiweko Soepono itu mengerahkan pesawat quadjet andal, DC-8. Pesawat ini memang bisa dibilang menjadi tulang punggung maskapai untuk rute-rute internasional selama dekade 60 sampai 70-an.
Unit pertama yang datang adalah Douglas DC-8 dengan nomor registrasi PK-GJD. Pesawat DC-8 pertama ini diberi nama “Siliwangi” dan menggunakan logo klasik Garuda ini diterima oleh maskapai pada Juli 1966. Sedangkan unit terakhir pesawat ini diterima pada tahun 1974.
Lanjut ke dekade 80an, Garuda Indonesia memperluas ekspansinya di rute-rute internasional mencapai sekitar 22 di seluruh dunia.
Adapun khusus rute-rute Eropa, Garuda Indonesia memperluas ekspansinya pada tahun 1985/86 ke Zurich (Swiss) sampai London Gatwick (Inggris) sekali dalam sepekan, sambil tetap mempertahankan rute Eropa di dekade sebelumnya, yaitu Roma (Italia), Athena (Yunani), Frankfurt (Jerman), Amsterdam (Belanda), sampai Paris Charles de Gaulle (Perancis).
Di masa ini, maskapai sudah meninggalkan Douglas DC-8 dan berganti menjadi Boeing 747-200. Di periode ini pula, Garuda Indonesia bukan hanya mempunyai jaringan rute-rute internasional yang cukup luas, melainkan juga berhasil menjadi maskapai terbesar ke-2 se Asia setelah Japan Airlines serta menjadi maskapai terbesar dan berpengaruh di belahan bumi bagian selatan.
Sebelum pandemi virus Corona merebak di Indonesia, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, berencana untuk menerbangi seluruh kota-kota di dunai via Amsterdam dan Tokyo.
Baca juga: Douglas DC-8: Lambang Supremasi Penerbangan Jarak Jauh Garuda Indonesia di Era 60/70-an
Tetapi memang, itu terjadi berkat skema codeshare (berbeda dengan era dekade 70-80an seperti diungkap di atas), entah itu bersama KLM ataupun maskapai lain, dan tentu saja ini bukan hal baru.
Di tahun 2012, Garuda Indonesia juga pernah menggandeng Etihad Airways untuk merambah jaringan yang lebih besar. Bedanya, hanya pada di hub Garuda itu sendiri. Bila dahulu, Garuda memilih Dubai (markas Etihad) sebagai hub-nya, kini, Garuda memilih Amsterdam dan Tokyo, dengan segudang destinasi favoritnya.