Konsorsium perusahaan BUMN teknologi dan dirgantara Rusia, Rostec, bertekad memproduksi 1.000 pesawat sipil pengganti Boeing-Airbus. Segalanya sudah dipersiapkan dengan matang untuk memuluskan target tersebut. Namun, salah satu analis AeroDynamic Advisory yang berbasis di Amerika Serikat (AS), Richard Aboulafia, menyebut itu hal mustahil.
Meski roadmap yang masuk akal untuk mencapai target produksi 1.000 pesawat sipil tidak dipaparkan detail, yang pasti, laporan Reuters, Rusia sudah menetapkan target memproduksi 20 pesawat jet regional yang dinamakan Superjet-New setiap tahun mulai tahun 2024 di bawah komando Rostec.
Rusia juga bakal memproduksi pesawat narrowbody pesaing kuat Boeing-Airbus, Irkut MC21 (MS-21), sebanyak 72 unit pada tahun 2029 dan dimulai dengan enam unit pada tahun 2024.
Dalam dokumen berjudul On the Strategic Directions of Activity in the New Conditions for the Period up to 2030 yang bocor, dari tahun 2022 sampai tahun 2030, Rusia berencana memproduksi 142 Superjet-New, 270 MC-21, 70 pesawat turboprop Il-114, 70 pesawat jarak menengah Tu-214, dan 12 pesawat widebody Ilyushin Il-96.
Bila ditotal, itu baru sebanyak 500-an unit. Tetapi masih dalam dokumen yang sama, disebutkan, total pesawat yang akan diproduksi mencapai 1.036 unit.
Selain fokus mengejar target tersebut, saat ini Rostec dan perusahaan lain yang terafiliasi semisal United Aircraft Corporation (UAC), sedang fokus menyelesaikan beberapa pesawat yang sudah kadung dibangun dengan komponen Barat, termasuk Superjet 100 yang memakai mesin SaM-146 buatan Safran.
Rostec menegaskan, pihaknya tidak berharap agar sanksi internasional yang dipelopori Barat kelak dicabut. Sebab, itu justru dipandang menjadi suatu momentum agar industri dirgantara Rusia lebih berdikari dan itu akan dibuktikan dengan target produksi 1.000 unit pesawat buatan dalam negeri.
“Pesawat asing akan keluar dari armada. Kami percaya bahwa proses ini tidak dapat diubah dan pesawat Boeing dan Airbus tidak akan pernah dikirim ke Rusia,” jelas Rostec dalam sebuah pernyataan.
“Mulai tahun ini, kami tidak mengandalkan kerja sama internasional dengan negara-negara Barat. Kami tidak berharap sanksi akan dilonggarkan dan kami sedang membangun rencana kami berdasarkan skenario sulit yang ada,” tutupnya.
Target produksi 1.000 unit pesawat sipil baru buatan dalam negeri Rusia dinilai mustahil oleh Richard Aboulafia, salah satu analis AeroDynamic Advisory yang berbasis di AS. Andai Rusia bisa mendapat akses teknologi semikonduktor sekalipun, mereka tetap akan kesulitan merealisasikannya.
“Target membangun 1.000 pesawat pada tahun 2030 pada dasarnya tidak mungkin. Bahkan ketika mereka bisa mendapatkan semikonduktor dan komponen penting lainnya dari Barat, mereka mengalami kesulitan memproduksi lebih dari beberapa jet,” katanya.
Baca juga: Penerbangan Rusia Bangkit dari Tekanan, Aeroflot dan UAC Sepakati Kontrak Pengadaan 339 Unit Pesawat
Diketahui, selama ini separuh komponen dan teknologi yang digunakan dalam industri dirgantara Rusia berasal dari luar negeri.
Menurut pengamat, Rusia bukannya tidak sanggup mengembangkan teknologi dan komponen yang diimpor tersebut. Itu hanya masalah waktu dan momentum sanksi besar-besaran ini mendorong mereka untuk bangkit dan mewujudkan produksi pesawat sipil tanpa teknologi dan komponen Barat.