Pandemi virus Corona membuat banyak maskapai kesulitan keuangan. Garuda Indonesia tercatat harus merestrukturisasi utang. Maskapai lain seperti Avianca, FlyBe, Thai Airways, XpressAir, hingga LATAM Airlines bahkan lebih buruk. Mereka sudah dinyatakan bangkrut sekalipun di antaranya masih berusaha untuk bangkit.
Baca juga: Meski Didera Badai Covid-19, Inilah Empat Maskapai Anti Bangkrut! Semuanya dari Asia
Bagi yang tidak bangkrut, PHK sudah pasti terjadi, baik dalam skala kecil ataupun secara besar-besaran. Grup Lufthansa diketahui sampai kehilangan puluhan ribu karyawan. Dari sekitar 136.966 tahun lalu, saat ini menjadi hanya 10 ribu dan itupun masih akan di-PHK lagi.
Begitu juga dengan maskapai lain. Celakanya, itu terus berlangsung sampai saat ini, saat program vaksinasi di seluruh dunia gencar dilakukan; tetapi tidak demikian dengan Qatar Airways.
The Wall Street Journal melaporkan, Qatar Airways justru terus menambah rute-rute baru, menambah karyawan, dan terus terbang di rute sepi tanpa gentar dan tentu saja tak takut merugi, baik rute jauh maupun dekat. Dalam 12 bulan terakhir, data OAG menyebut, Qatar Airways telah menerbangkan lebih banyak jumlah kursi dibanding maskapai lain di seluruh dunia.
Saking gencarnya, maskapai asal Qatar itu bahkan berhasil menyingkirkan pesaing terberatnya dari Uni Emirat Arab, Emirates, sebagai maskapai penerbangan jarak jauh terbesar di dunia. Qatar tercatat terbang 13 persen lebih banyak dibanding Emirates.
Terlepas dari gengsi untuk berada di atas Emirates, pastinya, secara bisnis, Qatar Airways tetap mempunyai perhitungan dan strategi tersendiri yang melatarbelakangi langkah di atas. Apa saja?
CEO Qatar Airways, Akbar Al Baker, pernah mengatakan, prinsipnya, dibalik keengganan banyak orang untuk berlibur, pasti selalu ada orang-orang yang tetap ingin berlibur atau bepergian. Singkatnya, Qatar Airways ingin mengeruk seluruh potensi yang ada. Itulah salah satu yang mendasari maskapai untuk terus terbang dan menambah rute sekalipun sepi.
Percaya atau tidak, prinsip itu ternyata berhasil. Di empat bulan pertama pandemi virus Corona, Qatar mengangkut sekitar 3,2 juta penumpang dan menambah koneksi baru ke San Francisco, Brisbane di Australia, Abidjan di Pantai Gading dan Accra, ibu kota Ghana.
Buah manis dari strategi tersebut juga menghasilkan pangsa pasar yang lebih besar di Amerika Utara, sekalipun Emirates sudah lebih dahulu melakoninya. Di Seattle, AS, misalnya, Qatar Airways meraup pangsa pasar sebesar 22,3 persen lalu lintas penumpang dari Asia, berbanding 16,7 milik Emirates.
Di Australia, Qatar mempertahankan 145 penerbangan dibanding 118 penerbangan ke sana oleh Emirates. Hasilnya, pangsa pasar dari 3,6 persen naik signifikan menjadi 16,2 persen tahun ini.
Selain secara prinsip dan strategi, dukungan Qatar sebagai salah satu negara terkaya di dunia juga menjadi kunci sukses Qatar Airways memanfaatkan momentum ini. Qatar ingin meningkatkan pariwisata negara sebelum perhelatan Piala Dunia 2022 digelar di negara tersebut.
Baca juga: Qatar Airways Raih Bintang 5 Keselamatan Maskapai untuk Covid-19 dari Skytrax
Itu hanya mungkin terwujud bila Qatar Airways, sebagai satu-satunya maskapai andalan, terus terbang dan menambah rute baru, untuk menghubungkan dunia luar dengan Qatar.
Bila kondisi ini terus berlangsung, dan di saat yang bersamaan, maskapai lain lamban untuk bangkit, bukan tak mungkin Qatar Airways meraup lebih banyak pangsa pasar internasional dibanding Emirates, Singapore Airlines, dan Turkish Airlines. Utamanya, pangsa pasar di Asia, Eropa, dan Amerika Utara; didukung Bandara Internasional Hamad sebagai hub terbesar di Timur Tengah dan dunia berkat posisi strategisnya antara Asia dan Eropa.