Selain mengoperasikan pesawat dalam negeri, saat ini TNI AU bisa dibilang cukup akrab dengan pesawat-pesawat angkut Belanda dan Amerika Serikat (AS). Hal itu setidaknya terlihat dari kepemilikan sejumlah pesawat C-130 Hercules, Boeing 737-200 dan Boeing 737-400, serta Fokker F-28 VIP yang notabene merupakan buatan kedua negara tersebut.
Baca juga: Intip Ilyushin Il-96 Air Force One Rusia, Punya Sistem Pertahanan Anti Rudal dan Kursi Lontar
Namun, sejarah mencatat, TNI AU pernah sangat terbantu dengan kehadiran pesawat angkut sedang dari Uni Soviet, yakni Ilyushin Il-14 Avia. Sayangnya, pesawat tersebut bak angin lalu -jika tidak ingin disebut nyaris terlupakan- yang tidak mendapat perhatian serius sebagai salah satu pilar pendukung eksistensi TNI AU selama belasan tahun.
Dilansir Indomiliter.com, disebut angin lalu, sebab, dari 22 unit yang pernah beroperasi, pesawat berkapasitas 24-32 penumpang ditambah empat kru tersebut awalnya tak satupun masuk dalam barisan koleksi Museum Pusat TNI Dirgantara Mandala (Muspusdirla), Yogyakarta.
Tak berhenti sampai di situ, seluruh pesawat dengan kecepatan maksimum 417 km per jam serta jarak tempuh sejauh 1.305 km ini tidak diketahui keberadaanya, kecuali satu yang tersisa sebagai monumen di Lanud Abdurachman Saleh Malang, Jawa Timur. Padahal, bila melihat eksistensi Ilyushin Il-14 Avia bersama TNI AU, tidak semestinya pemilik panjang 31,7 meter serta tinggi 7,9 meter ini diperlakukan seperti itu.
Diketahui, pesawat yang pertama kali terbang pada tahun 1950 dan mulai beroperasi empat tahun kemudian ini, pernah mengambil peran vital sebagai pengangkut personel dan logistik dikala Indonesia dirongrong pemberontakan di sejumlah daerah pada 1957 – 1965. Kala itu, bersama C-47/DC-3 Dakota yang legendaris, Il-14 bukan hanya digerakan sebagai pesawat angkut taktis militer, tetapi juga diperankan sebagai angkutan sipil, di bawah naungan Skadron Udara 2 dan Skadron Udara 17 Angkut VIP/VVIP yang berbasis di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Di luar operasi militer, satu dari 22 pesawat Ilyushin IL-14 Avia juga digunakan sebagai pesawat kepresidenan yang diberi nama Dolok Martimbang, sebuah bukit gagah berdiri tinggi menjulang seakan menggapai langit di daerah tarutung, ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Sebagai informasi, Dolok Martimbang juga menjadi nama kereta melayani Rute tersebut Medan-Tebing Tinggi-Pematang Siantar PP, loh.
Kembali ke Ilyushin IL-14 Avia, Indonesian Air Force One ini termasuk yang pertama datang -dari 22 unit yang dipesan- pada 10 Mei 1957. Presiden Soekarno tercatat pernah meninjau langsung pesawat itu di Jakarta.
Setelah 18 tahun berkiprah bersama TNI AU, Il-14 Avia akhirnya resmi masuk masa pensiun pada 12 Juli 1975. Hal tersebut berdasarkan Pengarahan KSAU nomer 182/Pes-15/1975.
Baca juga: Pengamat: Pilot TNI AU Butuh Waktu Transisi Untuk Menerbangkan Pesawat Garuda Indonesia
Meskipun sejak pertama kali pensiun armada Il-14 Avia sempat terlupakan, barulah pada akhir 2017 lalu, pesawat yang juga pernah digunakan oleh Vietnam, Suriah, Rusia, Mesir, Cina, Cekoslowakia, dan Kuba ini dilirik TNI AU dan diputuskan untuk masuk ke dalam jajaran koleksi Muspusdirla, Yogyakarta.
Kala itu, menurut Kamuspusdirla, Kolonel Sus Drs. Dede Nasrudin, dengan adanya pesawat Ilyushin IL-14 di Muspusdirla diharapkan dapat menjadi sarana rekresasi dan edukasi.