Tak akan ada yang pernah berpikir bahwa sebuah maskapai besar akan melakukan pengakhiran kontrak kerja sama untuk awak kabin jarak jauh. Hal ini terjadi pada maskapai Qantas Airways milik Australia. Perusahaan ini berusaha mengakhiri masa kontrak dengan awak kabin jarak jauh mereka.
Baca juga: 63 Tahun Lalu, Qantas Jadi Maskapai Pertama di Luar AS Operasikan Boeing 707
Tak hanya itu, ini juga langkah yang akan membawa pada masalah pemotongan gaji setelah anggota serikat pekerja memberi suara menentang terkait daftar yang lebih fleksiber. Dilansir KabarPenumpang.com dari reuters.com (20/1/2022), maskapai asal Australia ini mengatakan, bahwa hal ini adalah pertama kalinya dalam sejarah.
Di mana mereka berusaha untuk mengakhiri perjanjian persyaratan kerja atau kontak antara pengusaha dan serikat pekerja. Bahkan Qantas mengaku ini adalah hal yang langka dan panas dalam hubungan industrial di Australia.
Langkah ini diambil untuk menyiapkan maskapai dalam negosiasi serikat pekerja tingkat tinggi pada saat itu, yaitu guna mencapai kesepakatan dengan awak jarak pendek dalam menutup kasus bisnis pesanan pesawat berbadan sempit (narrow body) Airbus SE. Nantinya jika berhasil, gaji dan kondisi awak kabin akan kembali ke standar industri minimum Australia yang jauh lebih rendah sementara perjanjian baru dirundingkan.
Tawaran kontrak terbaru Qantas untuk pramugari jarak jauh ditolak oleh 97 persen dalam pemungutan suara pada bulan Desember tahun lalu. Asosiasi Pramugari Australia (FAAA) mengatakan kesepakatan itu berusaha untuk memangkas kondisi dan memberlakukan pembekuan gaji dua tahun diikuti oleh kenaikan gaji dua persen pada saat inflasi meningkat.
Maskapai itu mengatakan tawaran balasan serikat pekerja “tidak bisa dijalankan” karena akan menaikkan biaya sebesar A$60 juta ($43,30 juta) selama empat tahun.
“Kami meminta penghentian karena kami tidak dapat menjalankan bisnis secara efektif tanpa perubahan daftar yang kami butuhkan untuk memulai kembali layanan penerbagan internasional pasca pandemi,” uajr Andrew David, kepala eksekutif internasional Qantas dalam sebuah pernyataan.
Berdasarkan perjanjian yang ada, awak kabin pada armada A330 tidak dapat digunakan pada armada 787 dan A380, sehingga mempersulit Qantas untuk berpindah jenis pesawat. FAAA mengatakan bersedia bagi kru untuk bekerja di semua pesawat, hanya saja tidak dengan persyaratan yang diusulkan oleh perusahaan.
Baca juga: Sejarah Qantas, Maskapai Terbesar Australia dan Paling Aman di Dunia
Maskapai ini hanya menjalankan 20 persen dari kapasitas internasional pra-Covid-19 pada kuartal saat ini, karena varian Omicron mendorong pembatasan perbatasan yang lebih ketat di beberapa negara.