Belum lama ini, seorang penumpang bikin heboh seisi pesawat Wings Air rute Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur (BPN) – Bandara Robert Atty Bessing, di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (LNU), setelah dirinya membuka pintu darurat pesawat.
Baca juga: Kaca di Kokpit Mendadak Pecah, Kopilot Sichuan Airlines Nyaris Terkena Dekompresi
Terlepas dari apapun motifnya, peristiwa tersebut terjadi (pasti) saat pesawat belum berada di ketinggian maksimal. Faktanya memang seperti itu. Dalam kejadian Wings Air dengan nomor penerbangan IW-1478 tersebut, penumpang dengan inisial PMP (30) membuka pintu darurat sesaat sebelum pesawat lepas landas. Lantas, bagaimana bila PMP (bila berandai-andai) kala itu membuka pesawat Wings Air tersebut saat pesawat berada di udara? Jawabannya, menurut ilmu fisika, hal tersebut mustahil terjadi.
Dilansir KabarPenumpang.com dari laman businessinsider.com, Kamis, (13/2), sebuah pesawat saat mengudara, pada umumnya berada di ketinggian sekitar 3.600 – 1.0000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Banyak faktor yang mendasari mengapa pesawat berada di ketinggian tersebut, seperti menghindari kawanan burung (jenis tertentu bisa terbang maksimal di ketinggian 4.500 meter) hingga mengejar efisiensi bahan bakar. Pasalnya, semakin tinggi pesawat, semakin rendah tekanan udara di luar sehingga pesawat tak memerlukan tenaga ekstra untuk meluncur di airways.
Terkait konteks membuka pintu darurat atau pintu utama, pada ketinggian tersebut (3.600 – 1.0000 mdpl), pesawat mendapatkan tekanan besar dari luar, sekitar 10,8 ton. Sebaliknya, bila seseorang ingin membuka pintu pesawat saat di udara, baik secara sengaja maupun tidak, orang tersebut harus mempunyai kemampuan untuk mengangkat beban setara 10,8 ton tadi, barulah kemungkinan pintu pesawat dibuka saat di udara menjadi lebih besar.
Akan tetapi, bila pintu pesawat tersebut benar-benar bisa dibuka, maka, sudah pasti, orang yang membuka tersebut akan tertarik dan terlempar keluar dalam hitungan sepersekian detik sejak pintu dibuka. Hal tersebut diakibatkan adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar pesawat sehingga menciptakan ruang hampa di antaranya atau biasa disebut dekompresi eksplosif.
Saat hal tersebut terjadi, dekompresi eksplosif akan terus berlangsung dan menyedot apapun dengan kuat dan cepat hingga tekanan udara pesawat dan luar pesawat cocok. Selama masa pencocokan tersebut, secara teori, pesawat masih dapat terus mengudara hingga 15 menit. Selebihnya, pesawat akan kehilangan ketinggian dan menukik tajam dari ketinggian dengan kecepatan hingga 600 kilometer per jam.
Baca juga: Berakibat Fatal, Pintu Pesawat Terbuka (Lepas) Saat Mengudara
Gambaran seperti itu sebetulnya pernah terjadi di dunia penerbangan komersil, tepatnya pada tahun 1988. Kala itu, maskapai Aloha Airlines yang menggunakan pesawat Boeing 737 N73711 mendarat darurat setelah lepasnya sepertiga atap di bagian belakang kokpit pesawat. Akibatnya, pesawat mengalami dekompresi eksplosif dan membuat pesawat kehilangan gaya angkat.
Di samping itu, dekompresi eksplosif juga membuat seorang pramugari tersedot keluar pesawat dengan cepat dan terlempar entah kemana. Hingga saat ini jasadnya belum juga ditemukan sekalipun diduga kuat berada di lautan Pasifik dekat Hawaii. Adapun penumpang lainnya selamat atau tidak terlempar keluar karena menggunakan safety belt.