Ibadah ke Tanah Suci Mekkah memang bukan perkara mudah. Perlu kekuatan harta dan tenaga agar dapat sampai ke sana. Sebelum era pesawat terbang datang, jamaah haji tempo dulu berangkat menggunakan kapal laut.
Baca juga: Sejarah Pulau Onrust, Tempat Karantina Jemaah Haji hingga Bendung Semangat Nasionalisme
Di beberapa literatur dan cerita turun-temurun, durasi jamaah haji tempo dulu mulai dari berangkat sampai pulang kembali ke rumah cukup bervariasi, mulai dari sebulan, empat bulan, enam bulan, hingga total 10 bulan. Luar biasa bukan? Bahkan, di banyak kasus, keluarga sama sekali tidak mengetahui dimana jenazah anggota keluarganya.
Sebab, baik saat perjalanan ataupun pulang, jamaah haji yang meninggal di lautan memang dilarung ke laut, tidak menunggu sampai ke daratan. Itulah mengapa, calon jamaah haji tempo doeloe (dulu), sebelum berangkat, rata-rata sudah memberikan wasiat ke keluarga seolah mereka tak akan pernah kembali pulang.
Selain lama perjalanan dan jenazah jamaah haji tempo dulu yang dilarung ke laut, jalur atau rute kapal dalam menjemput calon jamaah haji di seluruh tanah nusantara (Hindia-Belanda) sebelum menuju Mekkah, dalam hal ini jalur haji nusantara pada tahun 1888, tak kalah menarik untuk dibahas.
Seperti yang umum diketahui, jamaah haji tempo dulu pemberangkatan atau embarkasinya tidak seperti sekarang -dimana masing-masing embarkasi berangkat menggunakan pesawat yang telah ditentukan- melainkan berangkat menggunakan satu kapal laut. Karena keterbatas akses transportasi massal untuk mendukung pemberangkatan haji tempo dulu agar terpusat di satu tempat, jadilah penyelenggara haji tempo dulu menjemput terlebih dahulu jamaah haji ke embarkasi masing-masing di seluruh Pulau Jawa dan Sumatera.
Dari sebuah foto yang tak diketahui sumbernya, disebutkan pada tahun 1888, bertepatan dengan 1305 hijriah, keberangkatan kapal laut yang mengangkut ibadah haji terjadi pada tanggal 4 April, bertepatan dengan 22 Rajab. Saat itu, perjalanan haji tempo dulu dimulai dari Cilacap (Tjilatjap), Jawa Tengah, berlanjut ke Banyuwangi, Besuki (Bezoeki, saat ini adalah nama sebuah kecamatan di Situbondo, Jawa Timur), Probolinggo, Surabaya, Semarang, dan Pekalongan.
Dari Pekalongan, kapal laut masih harus menjemput jamaah haji tempo dulu lainnya di Pekalongan, Tegal, Cirebon, Indramayu, dan mengakhiri perjalanan mengelilingi Pulau Jawa di Betawi (Jakarta) pada tanggal 24 April. Itu berarti, untuk menjemput jamaah haji saja perjalanannya sudah menghabiskan waktu total 20 hari.
Dari Betawi di utara Pulau Jawa, jalur perjalanan haji nusantara pada tahun 1888 -yang saat itu menggunakan kapal laut buatan Italia, Voorwaarts- kemudian berlanjut ke pesisir barat Pulau Sumatera, menjemput jamaah haji di Padang, tiga hari setelah tanggal tiba di Betawi, sebelum akhirnya melakukan perjalanan panjang mengarungi Samudera Hindia-Laut Arab-Laut Merah untuk sampai ke Mekkah, Arab Saudi pada tanggal 18 Mei 1888, bertepatan dengan 7 Ramadan 1305, atau total 44 hari perjalanan.
Baca juga: Tak Hanya Kasus ABK WNI, Larung Jenazah Sudah Dilakukan Sejak Perjalanan Haji di Masa Lalu
Sedikit informasi, ibadah haji saat ini paten dan tidak bisa diubah dilakukan di luar bulan Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Tetapi, di masa lalu, boleh dilaksanakan di luar kedua bulan itu. Pada umumnya dilaksanakan mulai di bulan Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah. Jadi, jangan heran kalau pada tanggal 7 Ramadan, jamaah haji pada tahun 1888 sudah tiba di Mekkah.
Selama dalam perjalanan mulai dari Cilacap sampai ke Mekkah, jamaah haji disuguhi makanan dan minuman setidaknya dua hari sekali.