Bagi Garuda Indonesia sebagai penyedia layanan penerbangan Haji nasional, salah satu indikator kesuksesan dapat diukur dari level On Time Performance (OTP). Seperti di Musim Haji 2017, maskapai plat merah ini meraih hasil yang sangat membanggakan, dengan OTP 98 persen saat berangkat dan 96 persen saat kembali ke Tanah Air. Dengan angka tersebut, Garuda Indonesia bahkan sudah melampaui standar OTP global, yaitu 85 persen. Dan level OTP faktanya tak terlepas dari tingkat kesiapan armada pesawat.
Baca juga: Kesiapan Armada Menjadi Poin Utama Tingginya OTP Garuda Indonesia di Musim Haji 2017
Vice President SBU Umrah & Hajj Garuda Indonesia Hady Syahrean menyebut di Musim Haji 2017, Garuda Indonesia telah menggunakan 14 pesawat, tiga diantaranya dengan status sewaan. “Boeing 747-400 dua unit, dan Airbus A330-300 satu unit. Adapun rincian total pesawat yang digunakan Garuda adalah tiga pesawat Boeing 747-400, empat pesawat Boeing 777-300ER, dan tujuh pesawat Airbus A330-300.
Yang menjadi poin menarik adalah pesawat yang berstatus sewaan. Sebagaimana musim Haji yang telah berlangsung bertahun-tahun, pengadaan pesawat sewaan mutlak dibutuhkan untuk melayani pemberangkatan dan pemulangan Haji, terlebih dengan jumlah jamaah yang meningkat, maka otomatis jumlah armada harus disesuaikan dengan demand. “Mustahil bila hanya menggunakan pesawat organik milik kami (Garuda Indonesia – red), untuk itu prosedur menyewa pesawat sudah lumrah dilakukan,” ujar Hady Syahrean kepada KabarPenumpang.com di kantornya, kawasan Gunung Sahari, Jakarta (8/11/2017).
Ia menambahkan bahwa menyewa pesawat untuk kebutuhan Haji mempunyai standar tersendiri yang harus dipatuhi, diantaranya jenis wide body yang usia pesawatnya tidak boleh lebih dari 25 tahun sejak diproduksi. Hady yang punya pengalaman panjang bertugas di Timur Tengah menyebut bukan persoalan mudah untuk mencari stock pesawat yang serviceable. “Kami memprediksi di tahun 2020 akan ada kesulitan untuk mencari pesawat sewaan,” kata Hady.
Pada musim Haji 2020 diperkirakan akan bersamaan dengan Summer Season di Eropa, artinya akan lebih banyak maskapai yang meningkatkan frekuensi penerbangan untuk wisata. Dampaknya adalah lebih sulit untuk mencari pesawat untuk disewa, karena demand dari maskapai juga meningkat untuk merespon penerbangan tersebut. Ditambah lagi dengan kriteria usia pesawat yang telah ditentukan, maka tantangan akan lebih spesifik.
Ketentuan usia pesawat diperlukan untuk lebih menjamin tingkat keselamatan penerbangan, dan bagi maskapai menggunakan pesawat yang lebih modern akan meningkatkan efisiensi biaya operasional, terutama dalam hal konsumsi bahan bakar. Pesawat dengan tipe modern seperti Boeing 777-300ER secara spesifikasi punya kemampuan direct flight dari Indonesia ke Arab Saudi.
Baca juga: 23 Tahun Mengangkasa, Boeing 747-400 Garuda Indonesia Akhiri Masa Tugas
Sebagai contoh, Boeing 747-400 PK-GSH Garuda Indonesia yang telah resmi pensiun setelah mengabdi 23 tahun, sejatinya masih bisa digunakan sampai dua tahun lagi. Boeing 747-400 PK-GSH terakhir terbang pada 6 Oktober 2017 saat melayani kepulangan jamaah Haji dari Madinah menuju Makassar. Biaya operasional yang tak sebanding dengan tingkat okupansi penumpang menjadi alasan utama dipensiunkannya pesawat jumbo jet tersebut.