Saat jalan-jalan ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) terasa seperti keliling Nusantara dan tidak lengkap rasanya jika tidak mencoba naik berbagai jenis kereta yang ada di dalamnya. Kereta gantung, kereta dengan lokomotif dengan rel di atas tanah dan kereta angin atau aeromovel adalah tiga dari kereta yang dapat Anda coba bila bertandang ke TMI.
Baca juga: Eksis Sejak 1975, Indonesia Canangkan Bangun Jalur Kereta Gantung Terpanjang
Nah, dari tiga kereta di atas, KabarPenumpang.com akan membahas Aeromovel atau kereta atmosferis yang merupakan kendaraan bertenaga tekanan udara. Bisa dikatakan aeromovel ini merupakan cikal bakal light rail transit (LRT) atau kereta ringan, betapa tidak, jauh sebelum konstruksi LRT Jakarta dan LRT Jabodebek dibangun, maka konstruksi rel layar (elevated rail) sudah disuguhkan ke publik.
Aeromovel di TMII sendiri memiliki nama “Titihan Samirono” yang artinya angin. Kereta ini bergerak di jalur layang setinggi enam meter dari atas permukaan tanah dengan kecepatan 15-20 km per jam, meski secara teori kereta ini sebenarnya mampu bergerak dengan kecepatan 60 km per jam.
Namun, dengan kecepatan 15-20 km per jam menjadi ideal mengingat lintasannya hanya sepanjang 3,2 km sekaligus memungkinkan penumpang memiliki waktu yang lebih lama untuk memandang TMII secara keseluruhan. Disebut sebagai kereta bertenaga udara atau angin, ternyata SHS-23 Aeromovel yang ada di TMII ini dirancang atas gagasan Oscar Coester asal Brasil.
Kereta dengan tenaga angin tanpa masinis ini ternyata memiliki keunggulan yang unik salah satunya adalah pemanfaatan tenaga dorong-hisap udara sebagai penggerak. Bisa dikatakan, gagasan ini banyak mengilhami prinsip gerak sebuah perahu layar di laut lepas. Wagon Aeromovel dilengkapi dengan sebuah layar baja yang letaknya dibawah roda, dan permukaan layar tersebut menerima tenga dorong udara yang ditiupkan dari sebuah ‘kipas angin’ (blower).
Hal ini agar tenaga udara tersebut dapat dihimpun secara maksimal maka tenaga udara tersebut disalurkan melalui saluran angin yang merupakan bagian dari struktur penyangga rel. Untuk mendapat tenaga yang cukup sepanjang perjalanan maka beberapa ‘kipas angin’ diletakkan disepanjang linatasan aeromovel ini.
Kelebihan sistem ini bukan hanya karena sistem penggerak yang unik ini, akan tetapi juga hadir dalam sisi pelaksanaan kontruksi dan produksi berbagai perangkatnya. Dengan menggunakan tenaga angin, Titihan Samirono ini bebas polusi udara dan suara dan salah satu alternatif angkutan yang menyajikan pelayanan murah, cepat dan aman sebagai transportasi massal pada masa mendatang.
Titihan Samirono hadir di TMI sejak tahun 1989 dan masih berjalan dengan baik hingga hari ini. Ada enam stasiun aeromovel di TMII yakni Stasiun Aeromovel Taman Buaya, Stasiun Aeromovel Taman Nusa, Stasiun Aeromovel dekat anjungan Maluku, Stasiun Aeromovel Taman Burung, Stasiun Museum Transportasi dan Stasiun Taman Bunga Keong Emas. Selama 30 tahun mengular dan menjadi percontohan moda transportasi di Indonesia, ternyata Bekasi sempat akan membangun kereta ini.
Tadinya kehadiran aeromovel di Bekasi untuk mencegah permasalah kemacetan yang hampir mirip dengan Jakarta. Bila jadi dibangun, lintasan kereta angin ini akan mengitari tiga kecamatan yakni Medansatria, Bekasi Barat dan Bekasi Selatan.
Baca juga: Dirut PT KAI Jajal Kereta Hidrogen di Jerman dan Siap Bawa ke Indonesia
Sayangnya tidak jadi dibangun karena alasan konsorsium investor tak sanggup membiayai proyek tersebut sebab anggaran yang terlalu besar yakni Rp2 triliun. Padahal bila moda transportasi tenaga angin ini terealisasi di Indonesia akan lebih murah biaya operasionalnya serta masyarakat bisa lebih disiplin dan mematuhi peraturan lalu lintas.