Qatar Airways terus menambah karyawan baru, dalam hal ini pilot dan awak kabin. Itu terjadi setelah permintaan perjalanan udara terus meningkat. Meski demikian, maskapai terbaik di dunia 2019 versi Skytrax ini tetap memprioritaskan eks karyawannya terlebih dahulu sebelum menerima karyawan baru.
Baca juga: Qatar Airways Tambah Karyawan dan Rute Saat Maskapai Lain Tiarap, Ini Alasannya
“Saya senang untuk mengatakan bahwa kami telah mulai merekrut lagi di Qatar Airways, baik pilot maupun awak kabin, tetapi kami memprioritaskan orang-orang yang kami lepaskan, yang memiliki kinerja bagus akan memiliki rekor bagus untuk membawa mereka kembali ke maskapai penerbangan, dan kami sudah melakukan ini,” kata CEO Qatar Airways, Akbar Al Baker.
“Awalnya saya berjanji kepada staf saya. Ketika saya membuat pernyataan kepada mereka, betapa sedihnya saya bahwa mereka membangun Qatar Airways bersama kami dan sekarang kami harus melepaskan mereka, bahwa kami akan membawa mereka kembali segera setelah kami mulai meningkatkan dan inilah yang sebenarnya kami lakukan,” lanjutnya, seperti dikutip dari Simple Flying.
Disebutkan, saat ini, pilot yang direkrut kembali terbatas untuk pilot Boeing 777 dan Boeing 787 Dreamliner. Jumlahnya juga tak terlalu banyak dibanding ribuan pilot dan pramugari yang di PHK beberapa bulan lalu. Namun, ini menjadi sinyal positif bahwa di beberapa pekan atau bulan mendatang, akan lebih banyak eks karyawan yang kembali bergabung.
Berbanding terbalik dengan Qatar Airways, Garuda Indonesia, yang notabene sama-sama berstatus sebagai national flag carrier atau maskapai penerbangan nasional, justru terus melakukan ‘PHK’ besar-besaran.
Terbaru, pada beberapa hari yang lalu, Garuda Indonesia bahkan menawarkan program pensiun dini bagi seluruh karyawan. Bagi yang berminat dan sesuai kriteria, program tersebut efektif per 1 Juli 2021 mendatang.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengungkapkan, program pensiun dini yang ditawarkan pihaknya merupakan sebuah langkah penyesuaian aspek supply dan demand ditengah penurunan kinerja operasi imbas penurunan trafik penerbangan yang terjadi secara signifikan.
“Ini merupakan langkah berat yang harus ditempuh perusahaan. Namun opsi ini harus kami ambil untuk bertahan ditengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukan titik terangnya di masa pandemi Covid-19 ini,” ujarnya.
Baca juga: Media Asing ‘Tertawakan’ Rencana Garuda Indonesia Buka Penerbangan (Rugi) Langsung ke Amerika, Paris, dan India
Kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini memang mengkhawatirkan. Dalam sebuah rekaman internal yang beredar, terungkap bahwa maskapai pelat merah itu memiliki utang mencapai Rp 70 triliun. Tak berhenti sampai di situ, setiap bulannya, utang tersebut juga bertambah sebesar Rp1 triliun karena pendapatan tak bisa menutupi ongkos operasional perusahaan.
Pada bulan Mei ini, pendapatan perseroan diprediksi hanya 56 juta dolar AS, sementara biaya operasional perbulannya mencapai 56 juta dolar AS untuk sewa pesawat, perawatan 20 juta dolar AS hingga bayar pegawai yang mencapai 20 juta dolar AS.