Meski berlangsung di Bandara Don Mueang, Bangkok, kasus pembajakan pesawat paling terkenal di Indonesia adalah yang melibatkan pesawat Garuda Indonesia “Woyla” dengan nomor penerbangan 206 pada Maret 1981. Namun faktanya, Woyla bukan kisah pembajakan pesawat pertama yang menerpa maskapai asal Indonesia. Ternyata kasus pembajakan pesawat pertama di Indonesia terjadi pada 15 April 1972, yaitu menimpa Vickers Viscount Merpati Airlines dengan nomor penerbangan MZ-171.
Sebagaimana yang dikutip KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber, pesawat yang tengah melayani rute penerbangan Manado – Makassar – Surabaya – Jakarta ini dibajak oleh seorang penumpang dan dipaksa mendarat di Bandara Adisucipto Yogyakarta. Fakta lain yang lebih mencengangkan lagi adalah kasus pembajakan ini dilakukan oleh seorang desertir KKO (Korps Marinir) TNI AL yang bernama Hermawan Hardjanto.
Kisah menyeramkan ini berawal ketika pesawat Vickers Viscount buatan Inggris yang menggunakan livery Merpati Airlines hendak mengudara dari Bandara Juanda, Surabaya sekitar pukul 13.30 WIB. Sebelumnya, pesawat ini telah dengan selamat melakukan penerbangan dari Manado – Makassar dan Makassar – Surabaya.
Ketika pesawat sudah siap untuk melanjutkan perjalanannya menuju Jakarta, tiba-tiba sebuah mobil sedan melaju ke arah pesawat dan mengisyaratkan untuk minta ditunggu. Benar saja, ada seorang penumpang yang lalu ikut dalam penerbangan tersebut, sehingga total penumpang yang ada di dalam pesawat berjumlah 29 orang.
Setelah pesawat tinggal landas dari Surabaya dan diperkirakan berada di atas Pekalongan, Soleh Sukarnapradja selaku ko-pilot (pilot flying) meminta ijin kepada Kapten Hindiarto untuk ke toilet. Alangkah terkejutnya Soleh ketika ia keluar toilet, ada seorang pria yang mengenakan masker dan meminta untuk masuk ke dalam ruang kokpit – yang dibarengi oleh sebuah ancaman.
“Kasih saya masuk ke dalam kokpit kalau tidak ini bisa saya ledakkan,” tutur pria yang membawa sebuah ransel dan di tangannya terlilit sebuah rantai anjing.
Ya, pria yang mengancam tersebut adalah Hermawan – si penumpang paling akhir yang masuk pesawat dan ternyata biang kerok dari kasus pembajakan ini. Hermawan mengancam untuk meledakkan dua buah granat buatan Cina apabila ia tidak diijinkan untuk masuk ke dalam ruang kokpit.
Di dalam ruang kokpit, dua penerbang ini disandera dan Hermawan memerintahkan untuk mendaratkan pesawat di Yogyakarta. Mendengar kabar yang disiarkan Kapten Hindiarto melalui radio komunikasi pesawat, semua pihak yang mendengar kabar ini tidak percaya dan menganggap Kapten Hindiarto tengah berkelakar.
Baca Juga: Pembajakan Pesawat Terlama, 39 Hari Kelam Penumpang El Al Flight 426
Hingga menjelang final approaching di Bandara Adisucipto, Merpati Airlines MZ-171 hampir saja bertabrakan dengan pesawat Garuda Indonesia karena berada pada jarak yang relatif dekat. Setibanya di darat, Hermawan meminta uang tebusan senilai Rp20 juta dan satu buah parasut. Lagi, ancaman dari Hermawan keluar manakala ia merinci skenario apabila tuntutannya tersebut tidak terpenuhi.
Singkat cerita, otoritas keamanan berupaya mengatasi pembajakan ini. Strategi yang diusung adalah dengan memberikan uang tebusan kepada pembajak. Dari babak inilah, drama pembajakan dapat diakhiri.
Adalah IPDA Bambang Widodo yang ditugasi untuk mengantarkan paket uang tebusan lewat jendela kokpit. Seperti terlihat dalam foto di atas, IPDA Bambang Widodo naik ke arah jendeka kokpit menggunakan tangga. Saat membawa uang tebusan yang jumlahnya tidak mencapai Rp20 juta, Bambang Widodo ternyata juga memberikan pistol kepada dua penerbang. Lewat fase yang menegangkan, semua penumpang berhasil kabur sebelum Kapten Hindiarto memuntahkan tiga peluru yang melumpuhkan si pembajak.
Akhirnya, kasus pembajakan perdana di Tanah Air berujung manis – kendati meninggalkan trauma yang cukup mendalam bagi para saksi sejarah di sektor aviasi nasional.