Di antara faktor-faktor penunjang keselamatan penerbangan, bandara merupakan salah satunya. Dengan menduduki peran vital dalam mengatur lalu lintas udara, mulai dari lepas landas, selama di udara, sampai mendarat, pada prosesnya bandara didukung oleh berbagai peralatan canggih. Namun, tak semua faktor penunjung keamanan dan keselamatan penerbangan di bandara datang dari peralatan modern; salah satunya seperti windsock.
Baca juga: Mengenal RESA, ‘Juru Selamat’ Pesawat di Bandara
Menurut Kementerian Perhubungan (Kemenhub), windsock adalah alat kelengkapan yang wajib ada di setiap bandara. Biasanya, windsock terletak di dekat ujung landasan pacu berupa kain silinder berkibar di tiang pancang. Tinggi windsock sendiri umumnya 3-6 meter dan harus bisa terlihat oleh pilot di ketinggian 60 meter lebih.
Alat ini memiliki lubang terbuka pada kedua ujungnya. Lubang berdiameter lebih besar terdapat pada ujung dekat tiang penyangganya, sementara lubang yang lebih kecil pada ujung lainnya. Windsock biasanya berwarna selang-seling oranye dan putih dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya agar tetap berfungsi maksimal di malam hari.
Dilihat dari bahan dan bentuknya, windsock tentu sangat sederhana. Tetapi, dilihat dari fungsinya, kehadiran windsock cukup genting; terlebih bagi bandara yang tak memiliki wind display.
Windsock sendiri merupakan alat yang berfungsi untuk mengamati dan memperkirakan arah angin secara visual. Arah angin yang ditunjukkan windsock akan berkebalikan dengan arah datangnya angin. Sebagai contoh, windsock berkibar mengarah ke barat maka angin menunjukkan datang dari arah timur.
Terkadang windsock tidak dilengkapi pengukur kecepatan angin (anemometer). Peletakannya memang harus di ketinggian dengan konstruksi menyesuaikan geografi sekitar bandara (sebagaimana gambar di atas) dan berada di ujung landasan pacu, agar teramati oleh petugas pengatur lalu lintas udara. Dengan begitu, petugas bisa memberi arahan kepada awak pesawat tentang pilihan landasan yang aman untuk tinggal landas maupun mendarat. Bagi pilot, hasil pengamatan windsock dipergunakan untuk memperkirakan teknis pendaratan.
Untuk pilot pesawat modern, menghitung hembusan angin sebelum mendarat cukup dengan memasukkan angka-angka ke komputer (onboard performance tool). Cukup mudah dan tanpa perlu melihat windsock. Namun, pada pesawat tua, pilot harus menghitung hembusan angin secara manual berdasarkan informasi dari petugas ATC, termasuk berdasarkan pengamatan sederhana ke windsock.
Pengamatan windsock oleh pilot sebetulnya cukup mudah. Sebab, pola yang membentuk windsock seiring ada tidaknya hembusan angin bisa diterjemahkan dalam bentuk angka-angka seperti gambar di bawah ini.
Baca juga: Ada Peran “Tabletop Airport” dalam Kecelakaan Pesawat Air India Express 1344, Apa Itu?
Di internasional, windsock diatur dengan detail. FAA (Federal Aviation Administration) menetapkan dua ukuran tinggi windsock, yakni yang memiliki tinggi maksimal 3 meter dan yang memiliki tinggi maksimum 4,8 meter. Sementara itu ICAO (International Civil Aviation Organisation) mensyaratkan tinggi windsock enam meter.
Adapun untuk ukuran windsock, FAA menetapkan dua. Ukuran pertama adalah panjang 2,5 meter dengan lubang terbesar sebagai jalan masuk angin adalah 0,45 meter. Ukuran kedua adalah panjang 3,6 meter, dan diameter lubang terbesar adalah 0,9 meter. Sementara itu ICAO mensyaratkan ukuran panjang 3,6 meter dan lebar lubang terbesar adalah 0,9 meter. Windsock juga harus didesain bisa berkibar seluruhnya jika kecepatan angin mencapai 15 knot atau 28 km per jam, warnanya harus cerah, dan bisa dilengkapi dengan sumber cahaya di bagian dalam atau di bagian luarnya.