Di masa lalu, McDonnell Douglas DC-9 dan MD-80 merupakan pesawat yang bisa melakukan self-pushback tanpa pushback tractor atau biasa juga disebut pushback truck. Hal itu dimungkinkan berkat katup jet yang tertutup di bagian belakang.
Baca juga: WheelTug, Dukung Pergerakan Pesawat Lebih Cepat di Area Terminal
Ketika mesin pesawat menyala, tak berselang lama katup yang berada di bagian belakang mesin jet tertutup dan pesawat mulai berjalan mundur. Katup tersebut berfungsi sebagai penghambat tenaga yang dikeluarkan oleh mesin, dan mengalihkan tenaganya menuju arah depan, sehingga pesawat bisa berjalan mundur.
Akan tetapi, saat ini, pesawat tersebut sudah tak ada dan pesawat lain juga tak dilengkapi dengan teknologi tersebut. Alhasil, pesawat selalu dibantu pushback tractor atau pushback truck untuk bergerak dari apron.
Proses tersebut dinilai cukup lamban karena masih bergantung pada kendaraan lain. Terlebih, di beberapa kasus, petugas pushback tractor diketahui tak banyak yang bertahan lama alias selalu bergonta-ganti orang, sehingga pengalaman mereka tak membantu mempercepat proses pushback. Maskapai pun cukup dirugikan karenanya.
Namun, seiring berjalannya waktu, inovasi dari berbagai perusahaan di dunia pun berdatangan, dari semula pushback tractor yang dioperasikan manusia, towbarless tug berbahan bakar fosir, hingga electric towbarless remote-controlled aircraft tugs yang dinilai lebih ramah lingkungan.
Hanya saja, itu masih belum cukup untuk memangkas efisiensi waktu saat proses pushback, sampai pada akhirnya WheelTug muncul. Dilansir Forbes, WheelTug merupakan nosewheel yang ditenagai listrik untuk bisa menggerakkan roda pesawat. Produk yang namanya sama dengan nama perusahaan pembuat ini dinilai menjadi jawaban atas berbagai keluhan pilot terkait lambannya proses pushback.
WheelTug umumnya digunakan di pesawat narrowbody seperti Airbus A321 dan Boeing 737. Tak disebutkan dengan jelas apakah pesawat di atas itu (widebody) bisa digerakkan oleh WheelTug atau tidak, mengingat bobot pesawat jauh lebih besar.
Menurut CEO dan perancang WheelTug, Isaiah Cox, produk buatannya itu dijamin bisa menghemat hingga 20 persen per penerbangan, melalui efisiensi waktu selama proses pushback. Dengan begitu, pergerakan pesawat di bandara, rute, penerbangan, jadwal, dan lainnya dimungkinkan untuk bertambah seiring cepatnya mobilitas.
Dari studi Deloitte, bila diuangkan, WheelTug disebut mampu menghemat hingga $300 hingga $2500 per penerbangan atau setara setengah juta hingga enam juta dolar per pesawat per tahun. Tentu kabar cukup menyenangkan untuk maskapai.
Selain baik untuk maskapai, WheelTug juga diklaim baik untuk pilot. Sebab, alat tersebut juga dilengkapi berbagai kamera di beberapa sudut pesawat sehingga menambah visibilitas dan kemandirian pilot saat pushback. Cara pengoperasiannya juga cukup mudah. Setiap pilot hanya perlu ditraining selama kurang lebih 45 menit untuk bisa mengoperasikan WheelTug.
Baca juga: Lima Evolusi Wahana ‘Penderek’ Pesawat, Dari Mulai Tangan Kosong Sampai Teknologi Canggih
Saat ini, WheelTug sudah beberapa kali dilakukan ujicoba atau demonstrasi. Terbaru, alat tersebut didemonstrasikan pada pesawat Boeing 737-800 di bulan September lalu. Ditargetkan, akhir 2021 mendatang, WheelTug bisa mendapat sertifikasi FAA untuk penggunaan yang lebih luas. WheelTug mengaku sudah mendapat sekitar 2.200 unit pesanan dari 26 maskapai di seluruh dunia; di antaranya, IndiGo Airlines dan KLM.
Menariknya, WheelTug pada dasarnya gratis. Layaknya mesin pesawat, WheelTug mendapat pundi-pundi uang dari penggunaan per jam. Jadi, pengguna tak perlu melakukan investasi besar-besaran untuk mencapai tingkat efisiensi tinggi saat pushback.