Pemerintah Iran mempertanyakan alasan Indonesia menangkap kapal tanker berbendera negaranya. Melalui Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia dengan tegas menyebut bahwa kapal tanker Iran dan Panama melakukan empat pelanggaran sehingga mereka harus ditangkap dan ditahan untuk kemudian diadili di Batam. Dari empat pelanggaran yang dilakukan, satu di antaranya ialah karena mematikan AIS.
Baca juga: Unik! Di Polandia Ada Kapal Laut ‘Berjalan’ Di Atas Daratan
AIS sendiri, sebagaimana dikutip dari laman Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Pinang, adalah transceiver atau sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, stasiun VTS, dan SROP.
Sesuai regulasi Internasional Maritime Organization (IMO), pemancar radionya harus berada di frekuensi maritim 161,975 MHz dan 162,025 MHz.
Transceiver secara otomatis mengirimkan AIS Message ke semua arah, message yang dikirimkan antara lain berisi Mobile Maritime System Identification (MMSI) atau ID kapal, kecepatan kapal, posisi kapal, arah kemudi kapal, dan seterusnya sehingga kapal lain di sekitar yang sudah dilengkapi dengan perangkat AIS Transceiver dapat mengetahui secara terus menerus situasi lalu lintas disekelilingnya yang ditampilkan pada layar display monitor Electronic Chart Display Information System (ECDIS) atau System Electronic Navigation Chart (SENC) atau Electronic Navigation Chart (ENC).
Dilansir dephub.go.id, Pemerintah Indonesia lewat Peraturan Menteri Perhubungan No.7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal yang berlayar di Wilayah Perairan Indonesia mengharuskan pemasangan dan pengaktifan AIS ini bagi setiap kapal berbendera Indonesia dan kapal asing. Oleh karena pentingnya AIS, pemasangan dan pengaktifannya langsung berada di bawah Menteri Perhubungan.
AIS wajib diaktifkan untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan pelayaran, mempermudah pengawasan, kegiatan SAR, investigasi, monitoring pergerakan kapal, dan dukungan implementasi penetapan Traffic separation scheme (TSS) di Selat Sunda dan Lombok.
Teheran sendiri menyangkal bahwa AIS bukannya tidak dihidupkan atau tidak mau mengikuti aturan di Indonesia dengan sengaja melainkan ada kendala teknis yang menyebabkan AIS tidak berfungsi. Tetapi, tentu saja itu bukan alasan. Sebab, bila hal ini terjadi, Kemenhub sudah mengaturnya.
Disebutkan, jika AIS tidak berfungsi, nakhoda wajib menyampaikan informasi kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) atau Stasiun Vessel Traffic Services (VTS) serta mencatat kejadian tersebut pada buku catatan harian (log book) kapal yang dilaporkan kepada Syahbandar. Hal inilah yang tak dilakukan kapal berbendera Iran MT Horse dan kapal berbendera Panama MT Frea.
Baca juga: Lusitania Expresso, Balada Kapal Ferry RoRo Legendaris ‘Penantang’ Kapal Perang TNI AL
AIS sendiri jenisnya ada dua macam, yaitu AIS Klas A dan AIS Klas B. AIS Klas A wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
Sementara AIS Klas B wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal berbendera Indonesia yang meliputi kapal penumpang dan kapal barang non konvensi dengan ukuran paling rendah GT 35, kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain di bidang kepabeanan serta kapal penangkap ikan berukuran dengan ukuran paling rendah GT 60.