Helikopter sebenarnya dapat saja terbang di atas 25.000 kaki (sekitar 7.620 meter), tetapi ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan saat beroperasi di ketinggian tinggi seperti itu. Tidak seperti pesawat sayap tetap, helikopter yang mengandalkan sayap putar (baling-baling), harus mempertimbangkan faktor mesin, kinerja rotor, suhu udara dan ketersediaan oksigen.
Pasalnya, ketinggian yang lebih tinggi memiliki tekanan udara yang lebih rendah, yang mempengaruhi kinerja mesin helikopter. Mesin helikopter dirancang untuk beroperasi pada ketinggian tertentu, dan di atas ketinggian tersebut, mesin mungkin mengalami penurunan efisiensi dan daya dorong. Ini dapat membatasi ketinggian operasi maksimum helikopter.
Kemudian rotor utama helikopter juga dipengaruhi oleh tekanan udara yang lebih rendah di ketinggian. Untuk menjaga daya angkat yang diperlukan, rotor harus berputar lebih cepat, yang dapat memerlukan lebih banyak daya dari mesin. Ini juga dapat membatasi ketinggian operasi.
Di ketinggian tinggi, suhu udara umumnya lebih rendah. Ini dapat mempengaruhi kinerja mesin dan rotor, karena mesin umumnya lebih efisien pada suhu yang lebih tinggi. Sebagian besar helikopter memiliki batasan suhu operasi tertentu.
Lalu ketinggian di atas 25.000 kaki juga merupakan zona di mana ketersediaan oksigen sangat penting. Bagi awak pesawat dan penumpang, ada risiko hipoksia (kekurangan oksigen) jika tidak ada sistem penyediaan oksigen yang memadai. Helikopter kebanyakan beroperasi di ketinggian yang tidak memerlukan penggunaan oksigen tambahan.
Baca juga: Ternyata! British Airways Pernah Operasikan Helikopter Angkut Berat CH-47 Chinook
Di ketinggian tinggi, visibilitas dapat menjadi masalah karena ketebalan atmosfer yang lebih rendah. Selain itu, kendali helikopter juga dapat menjadi lebih responsif dan itu memerlukan keahlian pilot yang lebih besar.