Sebelum kecelakaan fatal Boieng 737-500 Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 terjadi, Perintah Kelaikudaraan (Airworthiness Directive) yang diterbitkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) atau regulator penerbangan sipil Amerika Serikat sudah lebih dahulu beredar ke seluruh dunia pada akhir Juli lalu.
Baca juga: Jauh Sebelum Musibah Sriwijaya Air SJ-182, Boeing Sudah Ingatkan Maskapai Soal Karat pada 737 Series
Perintah yang dikeluarkan oleh FAA dalam sebuah surat tertanggal 23 Juli 2020 lalu itu, seluruh operator dan pemilik Boeing 737 NG (seri 600 hingga 900) dan klasik (seri 737-300 hingga 737-500) diminta untuk mengecek mesin pesawat sebelum dioperasikan.
Peringatan itu datang menyusul adanya empat temuan kerusakan akibat korosi atau karatan pada katup mesin udara dari 2.000 unit yang diperiksa oleh FAA pasca lama digrounded maskapai. FAA mengungkapkan bahwa kerusakan tersebut dapat menyebabkan stall pada kompresor tingkat 5 (valve 5 stages engine) dan kedua mesin kehilangan tenaga tanpa bisa di-restrart.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sendiri selaku regulator mengaku sudah menjalankan perintah tersebut pada 2 Desember 2020. Melalui Ditjen Perhubungan Udara, Kemenhub melakukan pemeriksaan untuk memastikan pelaksanaan Perintah Kelaikudaraan tersebut telah dilakukan pada semua pesawat sebelum dioperasikan kembali.
Selain itu, Kemenhub juga menegaskan bahwa pesawat Boeing 737-500 PK-CLC Sriwijaya Air tersebut telah memiliki Certificate of Airworthiness (Sertifikat Kelaikudaraan) dengan masa berlaku sampai dengan 17 Desember 2021.
AOC atau Sertifikat Kelaikudaraan tentu saja dikeluarkan setelah melalui serangkaian proses pengecekan. Dari rilis Kemenhub, disebutkan, pesawat Sriwijaya SJ-182 masuk hanggar pada 23 Maret 2020 dan tidak beroperasi sampai dengan bulan Desember 2020.
Pada 19 Desember 2020 pesawat mulai beroperasi kembali tanpa penumpang (no commercial flight), dan pada tanggal 22 Desember 2020, pesawat beroperasi kembali dengan penumpang (commercial flight). Artinya, pesawat sama sekali tidak diterbangkan selama sembilan bulan dan baru terbang tanpa penumpang pada tanggal tesebut. Di sinilah letak kesalahan prosedur perawatan pesawat kemungkinan terjadi.
Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun televisi swasta nasional mengungkapkan, sekalipun tidak beroperasi, seharusnya pesawat tetap diterbangkan minimal sebulan sekali dalam rangka perawatan pesawat.
Baca juga: Deretan Kisah Penumpang Sriwijaya Air SJ-182 Selamat dari Kecelakaan Maut, Bikin Nangis!
Proses perawatan pesawat antara yang diterbangkan setiap sebulan sekali dengan tanpa diterbangkan setiap sebulan sekali dan baru diterbangkan tiga hari sebelum beroperasi membawa penumpang, tentu berbeda. Sebab, ada komponen-komponen penerbangan yang tidak bisa dicek tanpa diterbangkan semisal landing gear.
Lebih lanjut, komponen tersebut ataupun komponen lainnya seperti sistem hidrolik, sistem avionik pesawat, sistem pendingin udara, mesin, ban, bahan bakar, komponen elektronik yang jumlahnya begitu banyak dalam sebuah pesawat, in flight entertainmet, dan sistem penerangan, seringkali tak terdeteksi kerusakan pada penerbangan pertama setelah lama di-grounded atau dalam kasus kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182 di-grounded selama sembilan bulan.