German Efromovich, mantan pemilik Avianca, maskapai terbesar ketiga di Amerika Latin yang belum lama ini dilaporkan bangkrut akibat pandemi virus corona, disebut berencana membeli flag carrier Italia, Alitalia. Belum jelas berapa mahar yang akan dikeluarkan German, namun, diketahui German sudah lama mengagumi Alitalia, bahkan sejak ia masih menjadi bos besar di Avianca.
German Efromovich pada dasarnya bukanlah orang dirgantara. Ia lebih dikenal sebagai pengusaha berdarah Kolombia-Bolivia yang memiliki saham terbesar di Synergy Group yang fokus di bidang inudstri dan pertambangan.
Pada tahun 2004, pria kelahiran 1950 itu mencoba peruntungan di dunia dirgantara dengan membeli Avianca. Kala itu, Synergy Group, perusahaan milik German, mengakuisisi 75 persen dari grup maskapai Amerika Selatan itu. Momentum German mengakuisisi Avianca juga tergolong tepat, tak lama setelah perusahaan tersebut mengajukan kebangkrutan Bab 11 saat tengahmemasuki fase reorganisasi setelah krisis industri penerbangan pasca insiden 9/11.
Di bawah kendali German, Avianca perlahan bangkit dan berhasil menempati posisi sebagai maskapai kedua terpenting di Amerika Selatan, di bawah LATAM Airlines Group. Avianca mulai menandai keberhasilannya saat masih bersama German dengan memperluas operasinya di beberapa negara Amerika Latin dan membukan cabang di sana, mulai dari Kolombia, El Salvador, Peru, Argentina, dan Brasil.
Bahkan, di beberapa momen, ada diskusi peluncuran Avianca Mexico, bekerja sama dengan maskapai Meksiko Aeromar. Hal itu belum pernah terjadi sebelumnya, sepanjang hampir satu abad perusahaan berdiri. Mirisnya, kesuksesan itu disebut tak pernah terpikirkan kembali terjadi di bawah kepemimpinan CEO sekarang.
Namun demikian, pada tahun 2018, German Efromovich kehilangan kendali atas Avianca Holdings. Hal itu terjadi setelah United Airlines, salah satu raksasa penerbangan asal AS, meminjamkan US$456 juta kepada Synergy Group. Sejak saat itu, kekuasaan German mulai menipis hingga pada akhirnya tahun lalu, United Airlines memaksa pengambilalihan maskapai dan Efromovich dipecat dari perusahaan penerbangannya sendiri.
Akan tetapi, sebelum dipecat, ia pernah memuji Alitalia. Kala itu, ia mengagung-agungkan Alitalia sebagai perusahaan yang hebat. Namun, ia juga merasa miris mengapa perusahaan sehebat itu bisa tengah terseok-seok dan ia ingin merubahnya, berbekal pengalamannya bersama Avianca.
“Alitalia adalah perusahaan yang hebat. Saya tidak mengerti bagaimana mereka bisa kehilangan uang. Saya bisa mengembalikannya dalam enam bulan. Empat belas tahun yang lalu, saya membeli maskapai penerbangan Kolombia Avianca, ketika memiliki 34 pesawat terbang dan 4.300 karyawan. Saya menyembuhkannya, dan sekarang memiliki 189 pesawat terbang dan lebih dari 22.000 karyawan. Penghasilannya berubah dari US$350 juta menjadi US$4,5 miliar,” katanya, sebagaimana dikutip dari Simple Flying.
Baca juga: Alitalia Evaluasi Keanggotaan SkyTeam Pasca Dapat Bos Baru
Alitalia sendiri, belum lama ini memang dilaporkan tengah memasuki periode sulit, bahkan sebelum adanya wabah corona. Dengan adanya wabah virus Cina itu, praktis, langkah maskapai untuk bertahan lebih berat lagi. Sadar maskapai pelat merahnya akan bangkrut, pemerintah Italia bergerak cepat. Belakangan, pemerintah Italia dikabarkan telah mengucurkan dana segar sebesar $3 miliar atau setara Rp44 triliun lebih (kurs 14,845).
Disebutkan, untuk sementara waktu, pemeritah Italia akan mengambil alih langsung maskapai yang mempekerjakan sebanyak 6.622 pekerja hingga Oktober tahun lalu itu. Pemerintah akan terus menangani maskapai sampai proses kepemilikan bos baru terhadap maskapai itu selesai dan German Efromovich tengah bersaing di dalamnya. Bila berhasil, bukan tak mungkin era baru Alitalia akan kembali datang, bersamaan dengan ‘tangan’ emas German.