Insiden pendaratan darurat yang berujung maut oleh pesawat Sukhoi SJ100 milik Aeoroflot pada Minggu (5/5/2019) menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga korban tewas yang mencapai 41 orang. Lepas dari itu, insiden ini juga menjadi pukulan berat bagi industri dirgantara Rusia yang selama ini mengalami keterpurukan.
Bagi Rusia, hadirnya Sukhoi Superjet 100 ibarat titik balik kebangkitan industri pesawat terbang komersial pasca jatuhnya Uni Soviet. Terbang perdana pada 19 Mei 2008, dan resmi operasional perdana pada 21 April 2011, sampai Mei 2019 sudah 162 unit Sukhoi SJ100 yang telah diproduksi untuk empat maskapai. Selain kebanggaan bagi Rusia, pesawat regional jet narrow body ini juga banyak menciptakan lapangan pekerjaan. Singkat kata, Sukhoi SJ100 adalah aset strategis bagi denyut industri dirgantara Rusia.
Perjalanan Sukhoi SJ100 juga tidak mudah, musibah crash SJ100 saat menabrak lereng Gunung Salak di 9 Mei 2012, merupakan kemunduran besar dalam pemasaran pesawat twin jet ini. Dan ketika Sukhoi SJ100 kembali mengalami insiden fatal di Bandara Sheremetyevo, Moskow, sontak membuat panik pemerintah Rusia. Meski masih menunggu penyelidikan dan identifikasi data dari black box, otoritas penerbangan Rusia sudah langsung mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada rencana untuk meng-grounded Sukhoi SJ100. Terasa disini pemerintah Rusia mengambil ancang-ancang agar Sukhoi SJ100 tidak dicecar pemberitaan negatif.
Ya, industri di Rusia secara makro memang bisa dibllang sempat mengalami masa terseok-seok – terutama dari sektor kedirgantaraannya. Sukses mengungguli Ilyushin, nama Sukhoi seolah menjadi angin segar bagi sektor industri Rusia untuk membanggakan rakitan dalam negeri mereka. Teknologi yang digunakan Sukhoi dalam Superjet 100-nya pun bisa dikatakan sudah cukup mumpuni untuk bersaing dengan kompetitornyadari berbagai belahan dunia lainnya, seperti Boeing dan Airbus – sebut saja teknologi fly by wire yang juga diaplikasikan Sukhoi dalam Superjet 100-nya.
Nah, guna melindungi sektor industrinya yang sedang berusaha merangkak naik, Menteri Transportasi Rusia Yevgeny Ditrikh langsung menyiarkan keesokan harinya (6 Mei 2019) bahwa tidak ada armada Sukhoi Superjet 100 yang mesti grounded, tidak seperti grounded massal yang dilakukan oleh hampir seluruh maskapai di seluruh dunia terhadap armada Boeing 737 MAX.
Tidak cukup sampai di situ, sebagai usaha lain agar nama Sukhoi tidak tercoreng, juru bicara dari Komite Investigasi, Svetlana Petrenko mengatakan bahwa ada beberapa indikasi awal dari kecelakaan ini; seperti human error yang dilakukan oleh pilot, kesalahan pengendali lalu lintas udara, teknisi yang memeriksa kelaikan pesawat sebelum mengudara, kondisi cuaca yang buruk, hingga kemungkinan terkecilnya adalah kesalahan pada pesawatnya sendiri.
Tak lama berselang, sebuah isu yang tersebar mengatakan bahwa Sukhoi Superjet 100 yang dioperasikan oleh Aeroflot tersampar oleh petir ketika tengah mengudara. Sebagai gambaran sederhana untuk mematahkan isu ini adalah, bagaimana mungkin pesawat yang tergolong produksian baru seperti Sukhoi Superjet 100 tidak dilengkapi dengan fitur penangkal petir, padahal pesawat-pesawat lain yang lebih dahulu diproduksi sudah dilengkapi dengan fitur serupa?
Baca juga: Apa Yang Terjadi Jika Pesawat Anda Tersambar Petir?
Tapi apabila dilihat dari runutan laporan yang diterima, kemungkinan pilot kurang terlatih cukup kuat untuk melatarbelakangi insiden mematikan ini. Ya, sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, salah satu prosedur utama pesawat sebelum melakukan pendaratan darurat adalah mengosongkan terlebih dahulu tangki bahan bakar – dikhawatirkan hard landing memicu percikan api yang pada akhirnya menyambar tangki bahan bakar.
Namun kembali lagi, pemberitaan terakhit menyebutkan bahwa pihak investigator sudah berhasil mengumpulkan Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR) dari black box Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Bandara Sheremetyevo. Ada baiknya untuk menunggu hasil investigasi yang saat ini tengah dilakukan oleh pihak berwenang di Negeri Beruang Merah.