Black box atau kotak hitam sebuah alat perekam data dan suara pilot dengan kru penerbangan atau dengan menara di bandara tempat pesawat berangkat dan menara bandara tujuan. Isi black box ini bisa dibaca dan diterjemahkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Hal ini dikatakan oleh Investigator udara KNTK Ony S Wibowo pada Focus Group Discussion di gedung KNKT (21/32017).
“Data dari black box, 90 persen sudah bisa di olah di sini. Isi dari black box ini bukan hanya informasi saja melainkan harus di analisis,” ujar Ony. Adapun format data baik dari FDR ataupun CVR harus diterjemahkan sebelum mendapat hasil yang akurat untuk diberikan kepada maskapai atau dipublikasi. Apalagi bila terjadi kecelakaan, data di FDR harus diterjemahkan untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan pada pesawat tersebut.
FDR hasil datanya bisa didapatkan menjadi excel baik dalam bentuk angka ataupun grafik. Ini bisa dibaca bila data tersebut sudah di ubah dengan coding menggunakan alat bernama flightscape atau yang lainnya tergantung investigator udara setiap negara.
Dalam hal ini, sebelum di ubah menjadi data excel, data asli dari FDR sendiri berbentuk tidak jelas, aneh dan tidak bisa dibaca oleh orang awam. Kemudian, setelah di coding dan di ubah menjadi data excel akan bisa dibaca dan menghasilkan angka serta hasil dari pergerakan pada pesawat tersebut.
“Kita biasa pakai flightscape untuk seluruh investigator di dunia penerbangan. Di Indonesia sendiri ada beberapa perusahaan yang bisa terjemahkan itu seperti Gabriel. Biasanya setiap pabrik penerbit Flight recorder ini juga memberikan model datanya,” jelas Ony. Ia mengatakan, data tersebut bisa dalam bentuk format data atau frame tergantung dari pabrik yang membuatnya. Semua data tersebut bisa langsung terukur melalui parameter dengan data real time.
Sedangkan untuk data di CVR tak perlu untuk di publikasi, sebab terkadang ada hal tertentu yang tidak bisa di publikasi baik ke publik ataupun ke maskapai bila terjadi kecelakaan.
“Untuk CVR sendiri kita tidak akan mempublikasikan apalagi kalau masuk ke pengadilan. Biasanya datanya harus di hapus karena sensitif,” ujarnya. Contoh yang terjadi saat kecelakaan yang menimpa Air Asia beberapa tahun lalu, pihak KNKT tidak sama sekali memberikan hasil rekaman dari CVR untuk bukti di pengadilan. Karena masalah ini terkadang menyangkut hal yang bersifat pribadi dan tak layak untuk di jadikan bukti.
Namun, bila memang diperlukan untuk di ungkap pihak KNKT akan merubah percakapan di dalam CVR tersebut dan dikeluarkan dengan perubahan pemahaman secara tertulis. Ini tertuang dalam UU No.1/2009 Pasal 359 tentang penerbangan yang melarang hasil investigasi kecelakaan pesawat udara dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan.