Garis tangan tak pernah ada yang pernah tahu kemana seseorang dibawa berlabuh. Seperti yang terjadi pada Naila Hosni. Memiliki passion di bidang marketing dan berharap bisa merintis karir sebagai konsultan desain interior, garis tangan justru membawanya menjadi pramugari. Bagaimana bisa?
Baca juga: Inilah Maria, Dokter Gigi Jadi Pramugari dan Kembali ke Profesi Semula Gegara Corona
“Saya tidak memiliki rencana untuk menjadi pramugari pada awalnya, tetapi Emirates melakukan open day rekrutmen di Paris, kota asal saya. Saya tidak bisa membayangkan menjadi pramugari sebelumnya, tetapi setelah itu saya menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang dimaksudkan untuk saya,” jelas Naila ketika ditanya terkait perjalanannya menjadi pramugari Emirates.
Beberapa pekan setelah rekrutmen, ia pun diundang interview sampai akhirnya diterima bekerja di sana. Setelah diterima, ia kemudian dipindahkan ke Dubai dan memulai karir sebagai pramugari selama dua tahun. Sampai di sini, ia merasa hidupnya sangat berharga, bertemu dengan banyak orang dari latar belakang budaya yang berbeda, sampai berkeliling dunia sesering mungkin.
Tetapi, sebagaimana kisah pilu pramugari lainnya di dunia, semua itu harus berakhir setelah pandemi virus Corona menghantam.
“Saya tinggal (di Dubai) selama dua tahun dan itu luar biasa. Saya sangat menikmati interaksi dengan orang-orang. Hubungan antara awak pesawat dan penumpang sangat luar biasa. Saya menemukan tempat-tempat baru dan budaya baru setiap hari,” katanya.
“Meskipun saya sudah pernah ke negara tertentu sebelumnya, setiap kali itu adalah perjalanan baru bagi saya dan saya merindukan perasaan itu. Saya akan mengatakan (saya telah mengunjungi) lebih dari 20 tujuan berbeda di seluruh dunia. Itu adalah pengalaman hidup yang luar biasa,” tambahnya.
“Kisah lucunya adalah (karir saya) dimulai di Paris dan penerbangan terakhir yang saya lakukan adalah ke Paris. Sudah aneh dalam perjalanan kembali, pergi ke Dubai, sementara kami mengoperasikan penerbangan dengan sangat sedikit orang di dalam pesawat. Saya tidak menyadari itu adalah penerbangan terakhir saya saat itu,” lanjutnya.
“Saya sangat terkejut setelah kehilangan pekerjaan! Saya bertanya pada diri sendiri Mengapa saya? Mengapa bukan orang lain? Apa yang akan aku lakukan? Pada saat yang sama, saya menemukan bahwa semuanya masuk akal. Mungkin memang dimaksudkan seperti ini,” ujarnya.
Setelah ia berpikir jernih untuk melanjutkan hidup tanpa harus menyalahkan keadaan, ia pun menemukan pekerjaan baru sebagai barista Starbucks di Jenewa. Tetapi tak disebutkan dengan jelas bagaimana informasi rekrutmen barista Starbucks bisa sampai padanya.
Baca juga: Kisah Pilu Pramugari Emirates Gegara Corona, Jualan Sabun Demi Sambung Hidup
“Dalam pekerjaan saya saat ini sebagai barista, saya suka membuat seseorang bahagia dengan memberi mereka minuman terbaik yang bisa saya buat. Saya sedang dalam masa training dan menurut saya kopi saya tidak lebih baik dari barista yang telah bekerja di sana selama lima tahun. Tapi saya selalu belajar, memperbaiki diri, menjadi lebih baik setiap hari,” tegasnya.
“Sama seperti di pesawat, saya menyukai interaksi dengan pelanggan. Banyak orang datang ke Swiss, berbicara bahasa Inggris dan beberapa dari mereka memiliki aksen seperti yang biasa saya dengar di penerbangan ketika saya menjadi pramugari – saya sangat menyukainya,” tutupnya, seperti dikutip dari Aerotime Aero.